Negara raih US$ 665 juta dari revisi harga gas



JAKARTA. Pundi-pundi pemerintah makin gendut dengan revisi harga gas. Hasil Perjanjian Jual beli Gas (PJBG) pada Selasa (8/5) hari ini dengan beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan menambah pendapatan negara pada tahun 2012 ini sebesar US$ 665,6 juta.

Tambahan pendapatan negara tersebut berasal dari dua PJBG dan empat Amandemen PJBG untuk 2012 sebesar US$ 465 juta. Selain itu juga berasal dari tiga Kesepakatan Bersama untuk 2012 sebesar US$ 143 juta serta Kesepakatan Jual Beli Gas Bumi baik yang sudah ditandatangani pada 2011 maupun yang masih dalam proses negosiasi sebesar US$ 58 juta.

Kepala BP Migas, R. Priyono mengatakan, secara keseluruhan penandatanganan beberapa PJBG dan amandemen PJBG, kemarin, akan memberikan tambahan pendapatan negara sampai akhir kontrak sebesar US$ 7 miliar.


Saat ini, BP Migas juga sedang menego ulang harga gas yang dipasok ke sektor kelistrikan. Ada dua sumber gas yang direvisi, yakni pasokan gas dari Pertamina Hulu Energy Offshore North West Java ke Perusahaan Gas Negara (PGN). Volume kontraknya sebesar 18 billion British thermal unit per day (bbtud).

Supai gas dari Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore ke PT Petrokimia Gresik sebesar 22 bbtud, serta pasokan gas Pertamina EP ke Arthindo dengan volume kontrak 6 bbtud, juga akan direvisi. "Perubahan ini menciptakan paradigma baru bahwa pasar domestik mampu membeli gas dengan harga keekonomian," kata Priyono.

Demi mengurangi disparitas harga gas domestik dan ekspor, pemerintah menugaskan BP Migas untuk merenegosiasi harga dengan para pembeli domestik. Pemerintah berharap, renegosiasi itu akan meningkatkan gairah KKKS memproduksi gas. Ujungnya, ini akan meningkatkan penerimaan negara.

Maklum, kegiatan produksi gas membutuhkan investasi besar. Investasi itu untuk membiayai eksplorasi sampai pada kegiatan produksi. Dari tahun ke tahun biaya tersebut menunjukkan trend meningkat, antara lain karena mengikuti harga baja dunia.

Menurut Priyono, harga gas sebelumnya tidak mendorong peningkatan kegiatan hulu migas di Tanah Air. Dalam jangka panjang, hal itu akan merugikan Indonesia karena menyebabkan banyak lapangan gas yang tidak digarap oleh para kontraktor gas.

Proyek gas besar

Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, BP Migas, Gde Pradnyana, menambahkan, ke depan akan semakin banyak proyek gas dengan skala besar, seperti proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) dan proyek gas Muara Bakau di Selat Makassar, proyek Lapangan Abadi, Blok Masela, di Maluku Tenggara Barat, pengembangan Tangguh Extension di Papua Barat, serta proyek Natuna Timur di Kepulauan Riau.

Khusus proyek IDD, ini menandai dimulainya era pengembangan gas di laut dalam dengan kedalaman lebih dari 1.000 meter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini