JAKARTA. Kasus perambahan hutan untuk kegiatan usaha perkebunan dan tambang ilegal di era otonomi daerah betul-betul memprihatinkan. Sejak tahun 2004 hingga 2012, Kementerian Kehutanan (Kemhut) mencatat, terjadi 2.494 kasus pembalakan liar untuk lahan perkebunan dan pertambangan ilegal. Perinciannya, 770 kasus perkebunan dan 1.724 kasus pertambangan yang terjadi di delapan provinsi. Akibatnya, Kemhut menghitung, dengan potensi kayu per hektare mencapai 100 meter kubik dan nilai per meter kubiknya sebesar US$ 16, maka kerugian negara gara-gara ilegal logging itu diperkirakan mencapai Rp 276,4 triliun. "Potensi kerugian negara akibat pembukaan lahan perkebunan dan pertambangan sejak era otonomi daerah tahun 2004 itu memang sangat besar," kata Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemhut, Senin (22/10).
Negara rugi ratusan triliun dari hutan
JAKARTA. Kasus perambahan hutan untuk kegiatan usaha perkebunan dan tambang ilegal di era otonomi daerah betul-betul memprihatinkan. Sejak tahun 2004 hingga 2012, Kementerian Kehutanan (Kemhut) mencatat, terjadi 2.494 kasus pembalakan liar untuk lahan perkebunan dan pertambangan ilegal. Perinciannya, 770 kasus perkebunan dan 1.724 kasus pertambangan yang terjadi di delapan provinsi. Akibatnya, Kemhut menghitung, dengan potensi kayu per hektare mencapai 100 meter kubik dan nilai per meter kubiknya sebesar US$ 16, maka kerugian negara gara-gara ilegal logging itu diperkirakan mencapai Rp 276,4 triliun. "Potensi kerugian negara akibat pembukaan lahan perkebunan dan pertambangan sejak era otonomi daerah tahun 2004 itu memang sangat besar," kata Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemhut, Senin (22/10).