Negeri kaya gas, kok, harus impor gas Penuhi gas



JAKARTA. Ironis. Kaya akan gas bumi nyatanya tak menjamin kecukupan pasokan. Buktinya, meski menjadi salah satu eksportir gas dunia, Indonesia akhirnya mengimpor gas alam cair alias liquefied natural gas (LNG). Tak tanggung-tanggung, impornya mencapai 800.000 metrik ton LNG per tahun selama 20 tahun, mulai 2018.

Rabu (4/12) lalu, Pertamina membeli LNG dari Corpus Christi Liquefaction LLC. Ini adalah anak perusahaan Cheniere Energy asal Amerika Serikat (AS). Cheniere Energy akan mengirim LNG ke Pertamina dari lapangan LNG Corpus di Texas. Saat ini, kapasitas produksi LNG Cheniere mencapai 13,5 juta metrik ton (mtpa) LNG per tahun.

Hari Karyulianto, Direktur Gas Pertamina mengatakan, pembelian LNG dari AS ini untuk mengantisipasi permintaan pasar LNG dalam negeri.


"Alokasi LNG dari pemerintah tidak akan cukup, dan tahun 2018 masih lama. Pasokan gas untuk FSRU Jawa Tengah saja belum jelas," kata Hari kepada KONTAN, Kamis (5/12).

Sayang, Hari enggan menyebutkan besaran harga LNG itu. "Tak mahal, kami mengikuti harga internasional," elaknya. Yang pasti, pasokan LNG dari AS itu akan disalurkan ke LNG Arun, Badak LNG, dan FSRU Jawa Barat, dan seterusnya disalurkan ke PLN dan industri pengguna.

Namun, merujuk sales purchase agreement (SPA), Corpus Christi Liquefaction LLC menggunakan patokan harga berdasarkan harga rata-rata nilai pengapalan alias freight on board (FoB) dan merujuk indeks harga Henry Hub bulanan ditambah satu komponen yang tak disebutkan besarannya.

Merujuk harga di situs Henry Hub, harga gas untuk pengiriman Desember 2013 sebesar US$ 3,85 per juta meter kubik (mmbtu). Jika dirata-rata, harga patokan Henry Hub untuk pengiriman tahun 2014-2026 jatuhnya US$ 4,96 per mmbtu.

Pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, harga itu bisa membengkak lebih dari dua kali lipat jika ditambah biaya pengiriman dan komponennya. "Ini tak efisien," ujar Kurtubi.

Pasalnya, harga ini lebih mahal ketimbang harga ekspor LNG Indonesia yang berlaku saat ini. Indonesia misalnya, menjual 2,6 juta metrik ton gas dari LNG Tangguh ke Fujian dengan harga cuma US$ 3,45 per mmbtu. Adapun, ekspor 3,7 juta metrik ton gas dari LNG Tangguh ke Sempra, AS sebesar US$ 7 per mmbtu.

Benar, pemerintah kini tengah merenegosiasi kontrak penjualan ke Fujian dengan usulan harga baru US$ 13 per mmbtu. Tapi, hingga kini, renegosiasi itu tak kunjung membawa hasil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie