KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Indonesia mendapatkan perpanjangan fasilitas Generalized System of Preference (GSP) dari Amerika Serikat (AS) tak mudah. Negosiasi perpanjangan fasilitas pemangkasan bea masuk di AS itu berlangsung selama 2,5 tahun. Terdapat sejumlah kesepakatan yang dibuat sehingga Indonesia kembali mendapatkan fasilitas tersebut. Berdasarkam keterangan resmi dari United States Trade Representative (USTR) terdapat langkah positif dari akses pasar produk AS baik barang, jasa dan digital ke Indonesia. Termasuk isu yang berkaitan dengan kebijakan perdagangan digital, asuransi dan reasuransi, serta impor hortikultura.
"Ini bagian perdagangan masa lalu persaingan, ini yang harus kita hadapi berkolaborasi," ujar Dita Besar Republik Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi, Senin (2/11). Lutfi mencontohkan untuk pengiriman hortikulutra. Pasar hortikultura Indonesia telah terbuka baik untuk AS mau negara lainnya. Namun, AS mengoroti penggunaan tahun Indonesia yang membuat AS kesulitan memasok buah pada akbir tahun untuk masuk dalam pasar tahun baru imlek di Indonesia. Oleh karena itu kemudahan tersebut diperlukan untuk produk AS dapat bersaing di Indonesia."Memastikan birokrasi impor tidak merusak barang AS bersaing di Indonesia," terang Lutfi.
Baca Juga: AS perpanjang pemberian fasilitas GSP ke Indonesia, apa kata Luhut Panjaitan? Lutfi bilang permasalahan jarak geografis membuat waktu ekspor di AS menjadi catatan. Meski begitu, impor hortikultura dari AS diyakini tak akan menekan produk dalam negeri. Secara nilai pun Indonesia masih diuntungkan dari perdagangan tersebut. Pasalnya nilai ekspor produk hortikultura AS ke Indonesia diperkirakan hanya sebesar US$ 100 juta dibandingkan dengan total nilai perdagangan yang mencapai US$ 29 miliar. Selain masalah impor hortikultura, maaalah asuransindan reasuransi juga menjadi perhatian AS. Sebelumnya reasuransi diwajibkan untuk dilakukan di Indonesia. Namun, Indonesia telah sepakat memperbolehkan reasuransi di luar Indonesia. Lutfi bilang hal itu lebih baik mengingat kebutuhan kapitalisasi yang besar. "Kita mempertimbangkan kalau mereka bisa mereasuransi di luar bisa lebih baik," terang Lutfi.
Perubahan kebijakan tersebut menjadi salah satu pertimbangan USTR memperpanjang fasilitas GSP kepada Indonesia. Perpanjangan tersebut tak mengubah jumlah pos tarif yang diberikan kepada Indonesia. Asal tahu saja Indonesia mendapatkan fasilitas GSP untuk 3.572 pos tarif. Dari angka tersebut sebanyak 729 pos tarif telah dimanfaatkan oleh Indonesia. Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada tahun 2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai US$ 2,61 miliar. Angka ini setara dengan 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni US$ 20,1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .