Negosiasi FTA perlu libatkan pengusaha



JAKARTA. Indonesia mengikat perjanjian perdagangan bebas alias free trade agreement (FTA) dengan sejumlah negara. Tapi dalam perjalanannya, neraca perdagangan Indonesia malah tekor akibat kerjasama dengan negara seperti China dan Jepang.

Data Kementerian Perindustrian (Kemperin) menunjukkan, sampai akhir tahun 2012, neraca perdagangan sektor industri tercatat defisit sebesar US$ 9,62 miliar. Nilai ini jauh meningkat dibanding defisit neraca perdagangan produk industri tahun 2011 sebesar US$ 3,91 miliar.

Lantaran defisit neraca perdagangan makin lebar, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pengkajian ulang FTA, sehingga tidak lagi merugikan negara. Wakil Ketua Umum Kadin, Natsir Mansyur, menilai kalau ingin sukses menjalankan kerjasama dagang dengan negara lain, pemerintah harus berani merevisi mekanisme dan aturan dalam FTA.


Sebab, faktanya, hasil kerjasama dagang dengan China dan Jepang, Indonesia bukannya untung, malah rugi. Makanya, Natsir mengkritik pemerintah yang kurang melibatkan pengusaha ketika merumuskan poin-poin kesepakatan dalam FTA. "Keterlibatan pengusaha diperlukan karena paling tahu kondisi di lapangan," katanya, Rabu (9/1).

Didik J. Rachbini, Ketua Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kadin menambahkan, kerja sama FTA tidak akan maksimal tanpa dasar hukum yang jelas. "Pemerintah harus membuat peraturan tentang tata cara perundingan dan pengambilan keputusan dalam kerjasama perdagangan internasional," ujarnya.

FTA, kata Didik, justru merugikan ekonomi nasional lantaran ketidakjelasan posisi pemerintah dalam proses perundingan. Nah, beleid tersebut bisa mengatur perencanaan sampai putusan kerjasama perdagangan. Keberadaan delegasi perundingan kerjasama juga perlu diatur dengan keterlibatan langsung pejabat negara.

Direktur Kerjasama Industri Internasional Wilayah I dan Multirateral Kemperin, Harjanto mengakui, kerjasama Indonesia dengan Jepang lewat Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dan China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) harus dikoreksi secara total. Hanya saja, sampai saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk renegosiasi FTA tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan