Nelayan: 60%-70% Biaya Operasional Nelayan Melaut Adalah BBM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyampaikan sinyal akan segera menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi Petralite dan Solar dalam waktu dekat, karena disparitas harga yang tinggi dengan harga pasar dunia.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menolak adanya kenaikan BBM karena akan berdampak pada nelayan kecil yang 60%-70% biaya operasional melaut adalah BBM.

"Kami secara tegas menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, karena tanpa ada kenaikan BBM bersubsidi-pun, nelayan selama ini tidak menikmati BBM bersubsidi dan mengalami diskriminasi akses," kata Dani dalam keterangannya, Jumat (26/8).


Baca Juga: Industri Pengolahan Ikan Terancam Merugi, Ini Sebabnya

Berdasarkan hasil survey pada tahun 2020-2021 yang dilakukan KNTI bersama Koalisi Kartu Usaha Pelaku Usaha Perikanan (Kusuka) menunjukkan 82,2% nelayan mengakses BBM bersubsidi di eceran dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi. Hal ini terjadi karena berbelitnya prosedur mendapatkan BBM bersubsidi dan minimnya infrastruktur pengisian bahan bakar pada daerah-daerah pesisir.

Selanjutnya, Ketua PP. Pemuda Muhammadyah bidang kemaritiman, Koalisi Kusuka, Sandro Andriawan menyampaikan kenaikan harga BBM dipastikan mendongkrak ongkos nelayan melalut, yang pada akhirnya menggerus pendapatan nelayan.

"Ditambah dengan harga ikan yang fluktuatif saat ini, serta berakibat pada menurunnya Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang merupakan indikator kesejahteraan nelayan yang dipakai pemerintah," terang Sandro.

Pemerintah diminta untuk mencari alternatif kebijakan lain untuk menahan harga BBM bersubsidi. Kenaikan BBM bersubsidi akan menimbulkan gejolak inflasi di tengah masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih akibat dampak pandemi.

Baca Juga: Nelayan Akui Kesulitan Peroleh BBM Subsidi untuk Melaut

Manager Advokasi, Seknas FITRA, Koalisi Kusuka, Ervyn Kaffah menuturkan Jika BBM subsidi dinaikkan maka akan kelompok rentan miskin akan kembali ke jurang kemiskinan.

Menurut Ervyn, ruang fiskal APBN masih mampu untuk menahan harga BBM bersubsidi, karena pemerintah sudah diuntungkan dengan kenaikan pendapatan yang tumbuh signifikan tahun ini. Sampai dengan Juli 2022 APBN mengalami surplus Rp 106 trilyun, ditopang pendapatan negara tumbuh 21,6%.

“Pemerintah juga bisa memanfaatkan program Penanganan Covid - 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang per-Juli lalu baru terealisasi Rp 178 triliun atau 40% dari pagu Rp 455,6 triliun”, pungkas Ervyn.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .