Nelayan Sebut Ekspor Benur Lobster Hanya untuk Kejar PNBP



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah berencana membuka kembali ekspor benih lobster (benur). Rencana itu disebutkan Menteri Kelautan Dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Untuk mewujudkan hal tersebut, KKP menggandeng pemerintah Vietnam. 

Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Nelayan (LPSDN) Amin Abdullah menilai rencana itu semata-mata hanya mengejar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tanpa memikirkan nasib pembudidaya lobster.

"Pemerintah ini hanya semata-mata mau mengejar PNBP gitu kan tanpa melihat seperti apa plus minusnya, seperti apa tanggapan masyarakat di tingkat bawah terutama pembudidaya maupun bagi nelayan yang lain," ujar Amin kepada Kontan, Selasa (16/1).


Baca Juga: Ekspor Benur Lobster Hanya Menguntungkan Eksportir

Untuk itu, pihaknya menolak rencana pembukaan keran ekspor tersebut. Karena mengingat pengalaman lima tahun lalu saat kran ekspor benur dibuka. Kebijakan itu membunuh mata pencaharian pembudidaya lobster tradisional.

"Mengapa? Karena kegiatan ekspor ini pengalaman mereka 4-5 tahun yang lalu, telah mematikan kegiatan mereka sebagai pembunuh daya lobster," kata dia.

Disebut mematikan karena ketika kegiatan ekspor dilegalkan maka semua pihak terutama negara lain berbondong-bondong untuk membeli benih lobster yang unggul. Tentunya dengan harga yang cukup tinggi yang tak terjangkau bagi pembudidaya lokal.

"Dari sisi harga, katakan aja waktu itu di tahun 2019-2020, itu harganya sampai 25 ribu per ekor. Siapa yang tidak tergiur begitu kan? Terutama pengusaha. Nah, bagi pembudidaya, ini sangat fatal," ujar dia.

"Karena semua benih yang tertangkap, itu dibawa ke luar negeri," lanjutnya.

Ia juga menyinggung pada tahun 2019 lalu, pihaknya pernah memperjuangkan nasib para pembudidaya sampai ke tingkat gubernur.

Adapun pergub itu mengenai ketersediaan antara ekspor benih lobster dengan ketersediaan benih lobster yang ada di pembudidaya.

Namun, tidak lama munculah Permen-KP Nomor 12/2020 pada masa menteri Edhy Prabowo yang menegaskan bahwa ekspor benih lobster itu legal.

"Yang terjadi kalau kegiatan ekspor dilegalkan, maka pertama, semua benih itu dibawa ke luar negeri dan otomatis tidak ada lagi untuk kegiatan budidaya," ungkapnya.

Sementara kegiatan budidaya benur akan sangat tergantung dari benih yang disupply oleh teman-teman penangkap di kampung-kampung.

Kemudian, jika ekspor dilegalkan maka harganya akan cukup tinggi dan jelas berdampak pada pembudidaya benur lokal. Itu 

"kalau hari ini tidak belum ada ekspor, benih itu ya biasa-biasa saja harganya Rp5.000-7.000 begitu per ekor. Kalau sudah ekspor, itu melejit menjadi Rp15.000 paling rendah kemudian sampai Rp25.000," ujarnya..

"Walaupun ada standar harga dari pemerintah untuk menyelamatkan kegiatan budidaya, tapi itu hanya slogan. Ada standar dari pemerintah, 5.000, 7.000, tapi itu tidak ada efeknya. Begitu ada kegiatan ekspor, begitu harga naik," ungkapnya.

Hal itulah yang mendasari LPSDN mewakili para pembudidaya menolak keras sinyal KKP untuk kembali membuka keran ekspor benur.

"Mengapa kami menolak itu ya, karena memang begitu ada ekspor, maka kita kesulitan, pemerintahnya kesulitan, bukan mendapatkan benih. Benih ya berkualitas gitu kan, semua dibawa ke luar (Vietnam)," pungkasnya.

Baca Juga: Nasib Pembubidaya Lobster Tradisional Terancam Jika Kran Ekspor Benur Dibuka

Diketahui, Menteri KKP Trenggono Ingin Indonesia punya peran strategis di supply chain Lobster dunia. Pembukaan keran ekspor benur menurut Menteri KKP untuk menekan ekspor ilegal benur setiap tahunnya yang bernilai fantastis 300 jutaan.

Di era kepemimpinan Menteri KKP Edy Prabowo sudah dibuka kembali dengan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 yang terbit Mei 2020. Namun Permen tersebut dibatalkan kembali dengan keluarnya  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2021. 

Kemudian keluar kembali  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 12 Agustus 2022. 

Permen tersebut dikeluarkan  dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan benih bening lobster serta untuk memenuhi kebutuhan pembudidayaan lobster di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .