JAKARTA. Ekspor yang masih lemah dan impor yang meningkat menjelang akhir tahun membuat neraca dagang pada bulan November disinyalir kembali defisit. Sebelumnya, neraca dagang pada bulan Oktober tercatat surplus tipis sebesar US$ 23,2 juta. Sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN, Selasa (23/12) memprediksi neraca dagang November akan mengalami defisit namun tipis. Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat neraca dagang November akan mengalami defisit US$ 176,2 juta. Ekspor pada bulan November diperkirakan turun 4,46% bila dibanding November tahun lalu sehingga ekspor November tahun ini sebesar US$ 15,22 miliar. Nilai ekspor Indonesia pada November 2013 tercatat US$ 15,93 miliar.
Sementara itu, untuk impor sendiri akan naik 1,68% menjadi sebesar US$ 15,4 miliar. Sebelumnya, pada November 2013 nilai impor sebesar US$ 15,15 miliar. Menurut Lana, yang menjadi penyebab ekspor turun adalah harga komoditas produk unggulan Indonesia yaitu batu bara yang turun. Harga batu bara turun dari US$ 63,7 per ton pada bulan Oktober menjadi US$ 62,55 per ton pada bulan November. Untuk crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mengalami sedikit kenaikan harga yaitu 0,8%. "Sedangkan di bulan November kebutuhan impornya tinggi untuk Natal dan Tahun Baru. Makanya terjadi defisit," ujar Lana. Pengamat Ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam melihat neraca dagang pada sisa dua bulan terakhir 2014 berpotensi untuk mengalami defisit. Meskipun defisit yang akan terjadi pada bulan November relatif tipis yaitu di bawah US$ 100 juta. Defisit ini terjadi lantaran harga minyak yang turun. Turunnya harga minyak di satu sisi membawa pengaruh positif bagi penururunan impor migas, namun membawa pengaruh negatif bagi ekspor. Harga komoditas akan tertekan, sehingga yang bisa diharapkan adalah dari sisi volume. "Namun tingkatkan volume ekspor juga bukan pekerjaan mudah karena negara-negara mitra dagang seperti Jepang dan China mengalami pertumbuhan," terang Latif. Menurutnya, tidak ada indikator yang kuat baik dari sisi volume ataupun harga yang bisa mendongkrak neraca dagang untuk surplus. Sementara itu, dari sisi impornya masih akan tinggi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hanya akan menurunkan biaya impor yang harus dibayar pemerintah. Sedangkan dari sisi volume konsumsinya masih akan tetap tinggi, apalagi ada perayaan Natal dan Tahun Baru yang membutuhkan konten impor migas tinggi. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, potensi neraca dagang untuk surplus kemungkinan baru terjadi pada bulan Desember meskipun tipis. Harga minyak yang drop hingga US$ 50 per barel pada bulan Desember bisa menurunkan defisit migas. Untuk November sendiri, ia memperkirakan terjadi defisit neraca dagang sekitar US$ 120 juta. "Permintaan minyak masih tinggi," tandasnya. Melihat perbaikan yang belum signifikan terjadi pada neraca dagang, David melihat kondisi defisit transaksi berjalan pada keseluruhan tahun akan berada pada level 2,9% dari PDB. Baru pada tahun depan ketika dampak kenaikan BBM sudah terasa dan harga minyak terus mengalami penurunan maka defisit transaksi berjalan bisa mengarah ke level 2,5% dari PDB. Berbeda dengan yang lainnya, Kepala Ekonom BII Juniman berpendapat neraca dagang November akan surplus tipis US$ 110 juta.
Baik ekspor dan impor mengalami penurunan. Ekspor mengalami penurunan karena harga komoditi turun dan impor mengalami penurunan karena ekonomi yang melambat di tahun ini. Hingga akhir tahun, ia memprediksi neraca dagang akan mengalami defisit sebesar US$ 1,4 miliar. Adapun dari Januari-Oktober 2014, neraca dagang mencatat jumlah defisit US$ 1,65 miliar. Juniman melihat penurunan impor akan lebih dalam daripada ekspor. "Seiring dengan perlambatan ekonomi domestik," tandasnya. Bank Indonesia (BI) sendiri memperkirakan neraca dagang November akan mengalami sedikit defisit. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Juda Agung mengatakan defisit ini sebagai akibat ekspor yang drop akibat harga komoditi yang terus turun terutama batu bara. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan