Neraca dagang surplus, belum jadi obat kuat rupiah



JAKARTA. Kabar menggembirakan. Selama tiga bulan berturut-turut kondisi neraca dagang Indonesia mengalami surplus. Terakhir di Desember 2013 sebesar US$ 1,52 miliar. Surplus di Desember ini merupakan surplus terbesar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus di Oktober dan November 2013 tercatat masing-masing hanya sebesar US$ 24,3 juta dan US$ 776,8 juta. Seharusnya dengan semakin membaiknya neraca dagang Indonesia ini akan diikuti dengan menguatnya nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (BI) melihat indikasi perbaikan fundamental Indonesia yang terlihat di neraca dagang ini optimis dapat membawa efek positif bagi rupiah. Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan current account defisit atawa defisit transaksi berjalan di triwulan IV 2013 akan lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Seharusnya kondisi ini membuat fundamental rupiah membaik. Namun dirinya enggan mengungkapkan lebih lanjut berapa perkiraan rupiah yang akan terjadi. "Harusnya rupiah positif," tutur Dody. Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai berita positif yang datang dari neraca perdagangan hari ini (3/2) belum memberikan kabar baik bagi rupiah. Semestinya memang akan ada respon positif bagi rupiah.

Namun, di saat yang bersamaan Indonesia menghadapi kenyataan pengurangan stimulus alias tapering off yang semakin dalam. Asal tahu, di Februari ini The Fed akan kembali mengurangi stimulusnya sebesar US$ 10 miliar, sehingga total stimulus menjadi US$ 65 miliar. "Dua sentimen ini saling bermain," ujar Tony, Senin (3/2). Di samping itu, secara keseluruhan tahun 2013 neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit yaitu mencapai US$ 4,06 miliar. Surplus sebesar US$ 1,52 di Desember tidak mampu menutupi defisit yang masih besar. Pasar masih melihat adanya kekhawatiran dalam hal ini.

Karena itu, Tony memperkirakan rupiah masih akan bergerak di kisaran 12.000 dan belum bisa menembus di bawah level 12.000. Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko berpendapat efek surplus dagang yang lumayan besar di Desember 2013 memang akan membawa dampak penguatan bagi rupiah. Namun penguatannya tidak signifikan sehingga rupiah pun masih akan bergerak di kisaran 12.000 per dolar AS. Perbaikan rupiah baru akan benar-benar terlihat apabila surplus neraca dagang ini konsisten terus terjadi sampai pertengahan tahun 2014. "Baru rupiah bisa di kisaran 11.200-11.600," tandas Prasetyantoko.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan