Neraca dagang surplus, impor dari China melambat



JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Maret 2016 sebesar US$ 479 juta, lebih rendah dibandingkan surplus bulan Februari yang sebesar US$ 1,14 miliar.

Surplus terjadi karena kenaikan ekspor barang industri pengolahan. Selain itu, surplus juga terjadi karena melambatnya impor dari China.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, selama tiga bulan pertama 2016, neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 1,65 miliar. Selama itu, total ekspor US$ 33,59 miliar dan impor US$ 31,94 miliar.


BPS mencatat, Maret 2016 nilai ekspor Indonesia US$ 11,79 miliar, naik 4,25% dibanding Februari 2016. Sedangkan dibandingkan Maret 2015, turun sebesar 13,51%.

Sementara impor Maret 2016 sebesar US$ 11,3 miliar, naik 11,01% dibanding bulan sebelumnya. Pada Maret 2016, ekspor terbesar berasal dari industri pengolahan dengan kontribusi US$ 25,49 miliar atau 76,88% dari total ekspor.

"Ekspor industri meningkat 3% dibanding bulan sebelumnya," kata Suryamin, Jumat (15/4). Selama Maret 2016, China adalah pangsa impor terbesar (US$ 7,13 miliar).

Namun dibanding bulan sebelumnya, nilainya turun 4,36%. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo bilang, penurunan impor dari China terjadi karena kombinasi faktor musim dan diversifikasi pasar Indonesia.

"Impor utama dari Tiongkok yaitu ponsel dan komputer mulai mendekati titik jenuh," katanya. Di sisi lain, ekspor Indonesia ke China Maret 2016 menunjukkan perbaikan, atau senilai US$ 2,84 miliar. Angka tersebut naik 6,98% dibandingkan bulan Februari 2016.

Menurut Sasmito, kenaikan ekspor membuka peluang perbaikan neraca perdagangan Indonesia–China walau akan membutuhkan waktu lama. Jika 2011, neraca dagang RI–China defisit US$ 3,27 miliar, naik jadi US$ 7,73 miliar pada 2012.

Lalu 2013 defisit neraca sebesar US$ 7,25 miliar, tahun 2014 sebesar US$ 13,02 miliar, dan tahun 2015 sebesar US$ 14,37 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie