Neraca pembayaran diproyeksi surplus



JAKARTA. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atawa BI Rate diperkirakan tidak akan berpengaruh negatif pada minat investor untuk masuk ke tanah air. Alhasil inflow dalam investasi portofolio masih menjadi penambal besarnya defisit neraca transaksi berjalan sehingga Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) akan mencatatkan surplus.

Keyakinan ini diungkapkan Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Moneter BI Juda Agung. Juga menilai neraca pembayaran Indonesia masih dapat surplus karena dua alasan. Pertama, likuiditas global masih besar setelah kebijakan stimulus quantitative easing dari Bank Sentral Eropa. ECB akan membeli obligasi pemerintah Uni Eropa hingga € 50 miliar per bulan. Program pembelian ini akan dimulai Maret 2015 mendatang hingga akhir 2016.

Rencana tersebut akan mendorong arus modal portofolio asing ke negara berkembang termasuk Indonesia, meskipun menimbulkan ketidakpastian dan volatilitas di pasar keuangan global. Kedua, alasan inflasi. "Inflasi Indonesia dalam tren menurun sehingga aset Indonesia masih menarik," ujar Juda, kepada KONTAN, Rabu (18/2).


BI memperkirakan inflasi tahun ini ada pada batas bawah 4% plus minus 1%. Deflasi 0,24% yang terjadi pada Januari 2015 menyebabkan inflasi tahunan turun ke level 6,96%. Maka dari itu, otoritas moneter ini tidak khawatir surplus NPI akan menurun.

Meskipun begitu, dalam hal defisit transaksi berjalan, BI memprediksi defisit transaksi berjalan melejit ke level 3%-3,1% dari PDB, dari sebelumnya 2,95%. Kenaikan ini lantaran impor belanja modal pemerintah untuk menjalankan proyek infrastruktur.

Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko berpendapat, jarak antara BI Rate dengan suku bunga negara maju seperti Amerika Serikat yang hanya 0,25% masih sangat jauh. Dalam hal ini, suku bunga Indonesia masih menarik bagi investor global.

Menurutnya, saat ini yang menjadi kunci adalah fundamental Indonesia. Kondisi fundamental, yaitu neraca dagang, harus bisa dipertahankan agar tetap mencatatkan surplus. Per Januari 2015, neraca dagang surplus US$ 710 juta. Jika tetap surplus hingga semester I 2015, maka NPI berpeluang untuk surplus.

Pada semester kedua, ketika impor barang modal melejit, peluang neraca dagang kembali defisit besar terjadi. Ketika defisit terjadi, pemerintah dan BI perlu menunjukkan bahwa defisit pada neraca dagang dan pada transaksi berjalan akan diatasi dengan memperbaiki struktur ekonomi, bukan hanya karena konsumsi. "Kalau pemerintah dan BI bisa ditunjukkan, kepercayaan pasar bisa naik," kata Prasetyantoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie