KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Desember 2018 defisit US$ 1,1 miliar. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 tercatat sebesar US$ 8,57 miliar. Defisit tahun 2018 terbesar sejak tahun 2013, bahkan sejak tahun 1975. "Defisit ini terbesar sejak 1975, tahun itu kita defisit US$ 391 juta," jelas Kepala BPS Suhariyanto dalam keterangan pers di kantornya, Senin (15/1)
Tercatat pada tahun 2013 neraca dagang defisit US$ 4,08 miliar, kemudian tahun 2014 defisit US$ 2,20 miliar. Sedangkan tahun 2016 hingga 2017 neraca dagang surplus masing-masing sebesar US$ 7,67 miliar, US$ 9,48 miliar dan US$ 11,84 miliar. Defisit tahun 2018 disebabkan defisit migas US$ 12,4 miliar. Utamanya didorong defisit minyak mentah dan hasil minyak, masing-masing sebesar US$ 4,04 miliar dan US$ 15,95 miliar. Sedangkan sektor non-migas surplus US$ 3,84 miliar. BPS mencatat, nilai ekspor sepanjang 2018 sebesar US$ 180,06 miliar dan impor sebesar US$ 188,63 miliar. Baik ekspor maupun impor dibanding tahun lalu masing-masing tercatat tumbuh 6,65% dan 20,15%. Selama Januari-Desember 2018, BPS merinci sebesar 58,51% nilai ekspor disumbang oleh 10 golongan barang utama. Penurunan terbesar dari golongan ini berasal dari lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 11,39% "Kita tahu bea impor untuk CPO di India naik, ada kampanye negatif di beberapa negara Eropa meskipun pemerintah sudah melalukan upaya perlindungan," ungkap Suhariyanto. Catatan BPS, kenaikan ekspor disebabkan peningkatan ekspor pada tiga sektor penyumbang ekspor terbesar. Terutama ekspor sektor tambang dan lainnya yang naik 20,47% yoy. Diikuti ekspor migas yang naik 10,55%, industri pengolahan naik 3,66% yoy. Sedangkan sektor pertanian turun 6,40% yoy.
Sedangkan peran dari sektor industri masih paling besar, atau 72,16% dari total nilai ekspor atau senilai US$ 129,93 miliar selama Januari-Desember 2018. Begitu juga impor, kenaikan impor disebabkan peningkatan pada seluruh penggunaan barang. Apabila dibanding tahun 2017, kenaikan tertinggi terjadi pada impor barang konsumsi sebesar 22,03%, bahan baku atau penolong 20,06%, dan barang modal 19,54%. Peran terbesar yang menyumbang pada total impor Januari-Desember 2018 berasal dari bahan baku atau penolong sebesar 75,01% atau senilai US$ 141,49 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi