Neraca Perdagangan Indonesia Diproyeksi Kembali Defisit di Akhir Tahun 2023



KONTAN.CO.ID -

JAKARTA. Neraca perdagangan diramal akan mengalami defisit pada akhir tahun. Hal ini akan memutus kondisi neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus selama 40 bulan berturut-turut.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, peluang neraca perdagangan akan mengalami defisit dalam 3 bulan terakhir tahun ini akan terjadi. Hal ini karena kinerja impor diperkirakan meningkat dari ekspor.


Yusuf menilai, kinerja impor akan meningkat sejalan dengan pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax. Dalam kondisi yang sama, terjadi peningkatan pertumbuhan nilai impor secara tahunan sebesar 83%, begitupun jika dilihat secara secara bulanan terjadi peningkatan.

Seperti diketahui, Pertamina menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter. Jika dibandingkan dengan Pertalite (RON 90) yang saat ini masih Rp 10.000 per liter, maka harga keduanya selisih Rp 4.000 per liter.

“Berkaca pada kondisi di tahun lalu memang ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dan di saat  bersamaan kenaikan ini disumbang oleh faktor kenaikan harga minyak global, maka ini serta merta juga akan berdampak terhadap kenaikan pertumbuhan nilai impor komoditas minyak dan gas,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (4/10).

Meski begitu, menurut Yusuf perkiraan defisit neraca perdagangan tersebut tidak hanya disebabkan kinerja impor yang meningkat. Salah satunya dipengaruhi harga beberapa komoditas ekspor utama Indonesia sampai dengan bulan terakhir yang mengalami penurunan, seperti CPO, batubara dan juga nikel.

Maka demikian, dengan kondisi tersebut, peluang melambatnya pertumbuhan ekspor sampai dengan akhir tahun nanti juga akan semakin besar terjadi.

“Sehingga betul bahwa dengan asumsi kondisi di atas terpenuhi maka dalam 3 bulan terakhir ini peluang neraca dagang untuk masuk ke level defisit itu akan terjadi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan, jika sampai dengan akhir tahun nanti harga komoditas utama Indonesia melanjutkan tren penurunan harga, kemudian dibarengi dengan permintaan ekspor di akhir tahun nanti tidak mengalami pertumbuhan, maka potensi terjadi defisit tipis di Kisaran US$ 0,6 miliar sampai US$ 0,9 miliar itu bisa terjadi.

Sementara itu, skenario kedua, meskipun impor mengalami peningkatan dan harga komoditas utama ekspor  juga mengalami penurunan pada akhir tahun, namun pertumbuhan ekspor itu relatif mirip dengan kinerja pertemuan ekspor di tahun lalu yang masih mencatatkan pertumbuhan positif, maka surplus masih bisa terjadi meskipun angkanya relative menurun.

“Saya kira surplus neraca perdagangan akan relatif menurun atau lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi surplus di bulan Agustus,” imbuhnya.

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan pada bulan Agustus 2023 mencapai US$ 3,12 miliar. Neraca perdagangan Indonesia telah mencetak surplus selama 40 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari