Neraca perdagangan september diprediksi defisit



JAKARTA. Kondisi neraca perdagangan Indonesia di bulan September 2013 diperkirakan akan kembali memburuk. Padahal, pada bulan Agustus lalu, neraca perdagangan sempat mengalami surplus hingga US$ 132,4 juta.

Alasan kembali memburuknya neraca perdagangan disebabkan oleh impor yang kembali naik. Terlebih, impor minyak dan gas (migas) yang kembali naik signifikan dibandingkan bulan Agustus.

Direktur Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung pun mengatakan, telah terjadi peningkatan impor migas di bulan September 2013.


Artinya, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak cukup membendung konsumsi BBM. Hal ini yang akhirnya membuat neraca perdagangan kembali tertekan dan mengalami defisit di bulan September. "Tak hanya melihat dari konsumsi BBM saja tapi juga produksi migasnya. Kalau tidak terpenuhi ya kan mesti impor," jelasnya, Kamis (31/10)

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti juga melihat impor migas akan kembali tinggi karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor.

Tanpa kenaikan BBM, peningkatan kendaraan bermotor bisa mencapai 7%. "Tapi saat BBM naik, tetap terjadi peningkatan antara 4%-5%. Jadi kebutuhan tetap tinggi," katanya.

Tapi Destry tetap memprediksi neraca perdagangan tetap surplus pada bulan September. Walaupun angkanya jauh lebih kecil ketimbang bulan Agustus yang US$ 132,4 juta menjadi US$ 20 juta. 

Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih malah sependapat dengan BI, yang memprediksi neraca perdagangan akan kembali negatif pada bulan September.

Alasannya, kondisi perekonomian di bulan September sudah kembali normal. Mengingat di bulan Agustus sempat tersendat akibat banyaknya libur nasional akibat hari raya Lebaran.

"Impor non migas sudah seperti semula, jadi pasti ada kenaikan dibandingkan dengan bulan Agustus," jelasnya. Ekspor pun masih sulit diandalkan karena harga barang komoditas tetap rendah walaupun ada kenaikan volume ekspor.

Senada dengan Lana, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual pun menilai neraca dagang di September akan kembali mengalami defisit. Kondisi perdagangan akan kembali ke normal sehingga impor kembali menjadi sekitar US$ 15 miliar.

Surplus yang terjadi di Agustus adalah akibat aktivitas ekonomi yang turun 30% karena masa puasa Idul Fitri.

Ke depan tren impor menurun

Sementara itu, di sisi ekspornya sendiri tidak akan mengalami perbaikan yang signifikan. Kondisi ini tentunya akan memberi tekanan pada nilai tukar rupiah. "Kisaran 11.000 hingga akhir tahun," tandas David.

Tapi tak semuanya memprediksi negatif kondisi neraca perdagangan September.

Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko mengatakan, impor ke depannya akan mengalami tren penurunan akibat kebijakan pengetatan yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

Kenaikan suku bunga menjadi 7,25% menyebabkan minat beli masyarakat menurun. Alhasil impor pun menurun. Karena itu Prasetyantoko menilai surplus akan terjadi lagi di September. "Surplusnya kurang lebih sama besarannya dengan Agustus," ujar Prasetyantoko.

Artinya, defisit neraca perdagangan di kuartal III 2013 akan lebih baik dibanding kuartal II 2013. Dampaknya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pun akan menguat di mana rupiah akan bergerak di level 10.900 hingga akhir tahun. 

Pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam pun memperkirakan akan terjadi surplus. Alasannya Latif sudah melihat ekspornya akan mengalami trend peningkatan sehingga terjadi surplus.

Faktor ekonomi global yang membaik menjadi pendorong membaiknya kinerja ekspor. Misalnya, kebijakan pagu utang AS yang terselesaikan setidaknya hingga Februari tahun depan. "Ini berikan sentimen positif," tutur Latif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan