KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia tetap mencatat surplus dari Maret 2020 hingga Januari 2024. Meski demikian, suplai dolar Amerika Serikat (AS) dari keuntungan neraca perdagangan nampaknya belum cukup dalam menopang otot rupiah. Seperti contohnya pada Rabu (28/2), nilai tukar rupiah ditutup melemah. Rupiah di pasar spot tercatat Rp 15.692 per dolar AS, atau melemah 0,29% dari penutupan perdagangan sebelumnya.
Meski demikian, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menekankan, pergerakan rupiah tak terlalu dipengaruhi oleh pergerakan neraca perdagangan.
Baca Juga: Pemerintah Tindak Tegas 7 Perusahaan Nakal yang Langgar Ketentuan DHE SDA "Yang lebih signifikan dalam mempengaruhi pergerakan rupiah adalah pergerakan arus dana ke instrumen sektor finansial kita,” kata David kepada Kontan.co.id. Dalam hal ini, yang lebih memengaruhi otot rupiah adalahnya masuk atau keluarnya dana asing baik itu di pasar saham, pasar surat berharga negara (SBN), serta Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Meski, David mengakui kalau dana hasil ekspor (DHE) dari para eksportir Indonesia belum masif masuk ke dalam negeri. Untuk saat ini, memang ada pasang surut masuknya dana asing ke pasar keuangan dalam negeri. Ini juga sehubungan dengan ketidakpastian yang terjadi di pasar keuangan global. Prospek masuknya dana asing akan bergantung dari arah suku bunga global, terutama kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Baca Juga: Simpanan Valas dari DHE di Bank Turun Dengan asumsi akan ada penurunan suku bunga pada semester II-2024, David yakin prospek dana asing akan lebih moncer masuk ke dalam negeri. Dengan perkembangan tersebut, David memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun ini untuk bergerak di kisaran Rp 15.000 hingga Rp 16.000 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi