Net Interest Margin (NIM) Perbankan Masih Tertekan Hingga Akhir Tahun



KONTAN.CO.ID-JAKARTA.  Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan terlihat terus alami penurunan. Potensi penurunan tampaknya masih akan berlanjut hingga akhir tahun karena suku bunga acuan masih tetap tinggi.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NIM industri perbankan per Mei 2024 ada di level 4,56%. Capaian ini terlihat stagnan dari capaian di bulan sebelumnya dan menurun dari posisi Maret 2024 dan Desember 2023 yang masing-masing berada di level 4,59% dan 4,81%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae bilang, penurunan ini turut dipengaruhi oleh suku bunga global maupun domestik yang menyebabkan biaya dana jadi meningkat. Walau demikian Dian menyebut, NIM perbankan Indonesia masih lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asean.


Sejumlah perbankan pun terlihat mencatatkan penurunan margin bunga bersih di semester I-2024, seperti PT Bank Rakyat Indonesia menjadi sebesar 7,84% dari periode sama di tahun sebelumnya sebesar 7,92% yoy.

Baca Juga: Bisnis Keagenan Perbankan Masih Terus Tumbuh

Selanjutnya ada PT Bank Tabungan Negara (BTN) yang juga mencatatkan penurunan NIM di semester I-2024 sebesar 62 basis poin (bps) menjadi 3,0% yoy dari semester I-2023 yang sebesar 3,6%.

Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan juga mengaku NIM perseroan turun sekitar 35 bps di semester I-2024 menjadi sekitar 4,2% yoy. Lani bilang, penurunan NIM memang tak bisa dihindarkan oleh mayoritas perbankan saat ini, terlebih jika ingin kredit masih bisa tumbuh.

Menurutnya, saat ini perbankan masih dihadapkan dengan tingginya biaya dana atau cost of fund (COF), juga suku bunga acuan yang masih tinggi menyebabkan bank akan sulit untuk menurunkan COF.  

"Namun dgn kuat nya CASA ratio secara kuartal on kuartal mulai terlihat NIM sedikit naik. Sampai akhir tahun akan kami jaga tetap di kisaran 4,2%," ujarnya kepada kontan.co.id.

Lani mengakui bahwa pihaknya sudah mulai secara selektif untuk menaikkan bunga kredit. Di mana, kenaikan bunga tersebut dilakukan di segmen-segmen tertentu seperti ritel, UMKM ,dan komersial.

Di sisi lain, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyatakan kenaikan penyaluran kredit juga laba di semester I-2024 turut memengaruhi indikator net interest margin (NIM). Dimana NIM BCA berada di level 5,7% naik 0,1 bps dari semester I-2023 di level 5,6%.

”Kalau NIM kita boleh dikatan hampir sama, sekitar 5,7%. Tidak terlalu banyak berubah, tetapi karena volume kredit kita meningkat, maka NIM juga ikut meningkat,” ungkapnya.

Jahja menerangkan, upaya BCA dalam menaikkan NIM, terjadi karena kemampuan manajemen bank mengelola pengeluaran operasional seefektif dan seefisien mungkin guna memaksimalkan pendapatan bunga bersih. Pada saat bersamaan, kewajiban perseroan membayar bunga dana nasabah tidak tumbuh seagresif penyaluran kredit.

Hingga akhir tahun, Jahja pun memperkirakan NIM BCA masih dapat tumbuh kendati tidak agresif.

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai,  faktor penyebab tertekannya NIM adalah tingginya biaya dana yang sulit untuk di ikuti dengan menaikkan bunga kredit.

"Karena bila bunga pembiayaan dinaikkan maka akan meningkatkan potensi risiko kredit," ujar Trioksa.

Ia pun memproyeksi NIM sampai akhir tahun akan tetap tertekan seiring dengan suku bunga yang masih tinggi namun menurutnya, NIM perbankan Indonesia masih tetap tergolong tinggi dibanding bank2-bank di negara lain.

Perbankan juga disebut Trioksa perlu menjaga nim dengan efisiensi operasional dan menjaga kualitas kredit agar tetap baik krarena bila secara simultan menaikkan bunga kredit akan memperbesar risiko kredit.

Baca Juga: Strategi Perbankan Menjaga Kualitas Kredit UMKM di Tengah Tingginya Kredit Macet

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati