Net Sell Tebal, IHSG Melorot dari Level 7.000



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles usai libur panjang Lebaran. Senin (9/5), IHSG ditutup turun 4,42% ke 6.909,75 dari 7.228,91 sebelum libur panjang.

Penurunan IHSG juga diiringi dana asing yang keluar. Tercatat asing mencatatkan net sell di pasar reguler di sebesar Rp 2,60 triliun.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto menilai net sell yang terjadi hari ini bisa jadi merupakan fenomena sell on May yang acapkali terjadi. Capital inflow yang selama ini mendorong penguatan IHSG berbalik menjadi capital outflow.


Baca Juga: Mengintip Pengaturan Portofolio Investasi di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga

Dia memperkirakan kenaikan suku bunga yang lebih agresif dari Federal Reserve mendorong terjadinya capital outflow ini. Terutama dari emerging markets karena lebih rentan terhadap penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).

"Peningkatan risiko ini kurang disukai oleh investor global sehingga akan memilih instrumen investasi lain yang lebih aman seperti obligasi. Kurs rupiah yang biasanya kuat pun kita lihat mulai berangsur bergerak melemah, sudah mencapai Rp 14.557 per dolar AS," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Senin (9/5).

Pandhu mengatakan, jika melihat dari tingginya inflasi yang terjadi di AS yang terus mencapai rekor tertinggi dan belum ada tanda-tanda menurun maka potensi kebijakan moneter yang lebih agresif akan dilakukan oleh the Fed. Bahkan, The Fed sudah bersiap dengan kemungkinan suku bunga di level 2,75%-3% pada akhir tahun jika diperlukan.

Baca Juga: Sejumlah Saham Big Caps Bertumbangan, Simak Rekomendasi dari Analis

Menurut dia, hal ini berpotensi meningkatkan risiko pasar saham secara global sehingga dapat menjadi katalis negatif termasuk terhadap IHSG. "Namun jika dilihat dari siklus tahunan biasanya menjelang akhir tahun koreksi sudah berakhir, biasanya sekitar Oktober-November sudah tidak ada gejolak berlebihan seperti bulan Mei-Agustus," sambungnya.

Imbas penurunan IHSG juga sejalan dengan amblesnya saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI. Contohnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ditutup anjlok hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB). BBCA melemah Rp 525 atau 6,46% menuju Rp 7.600 per saham.

Pandhu berpandangan, saham-saham blue chip yang mengalami ARB tentu cukup menarik diperhatikan. Sebab, secara fundamental sebetulnya tidak ada masalah sehingga koreksi yang terjadi adalah peluang untuk mendapatkan level entry yang lebih rendah.

Baca Juga: IHSG Turun dari Level 7.000, Berpotensi Teknikal Rebound

Namun, kondisinya saat ini masih perlu berhati-hati karena tekanan jual disertai capital outflow baru saja dimulai. Sehingga disarankan tidak perlu terburu-buru melakukan entry, bisa menunggu kondisi lebih aman setelah tekanan jual mereda atau menunggu kondisi market global yang lebih tenang.

"Bisa dilihat dari indeks VIX (indeks volatilitas) yang saat ini masih bertengger di atas level 32 yang artinya sedang bergejolak tinggi, jika sudah mendekati level 20 artinya sudah mulai tenang untuk mulai berinvestasi. Lain cerita jika memang tipikal trader yang butuh volatilitas tinggi, mungkin kondisi saat ini justru mendatangkan peluang yang menarik," kata dia.

Baca Juga: Pasar Merespons Keputusan The Fed, IHSG Terjun dari Level 7.000

Secara valuasi, saat ini IHSG diperdagangkan pada rata-rata PE sekitar 16,3 kali. Biasanya pergerakan IHSG berada pada rentang 14 kali sampai 18 kali sehingga saat ini sudah berada di level wajar.

Di sisi lain, beberapa emiten belum merilis laporan kuartal pertama sehingga masih ada potensi peningkatan laba yang dapat menurunkan level PE saat ini. Proyeksinya, wajarnya IHSG adalah sekitar 7.300 dimana mencerminkan forward PE 2022 di 16 kali. Pihaknya mengestimasikan kinerja tahun ini dapat bertumbuh sekitar 15% dibanding tahun lalu.

"Apresiasi dolar AS tentu menjadi tantangan bagi sebagian emiten yang memiliki exposure besar terhadap nilai tukar," lanjutnya.

Di tengah penurunan ini, Investindo Nusantara Sekuritas masih mempertahankan target IHSG akhir tahun di sekitar 7.300. "Rentang pergerakan kisaran 6.300-7.750, sehingga jika terjadi koreksi mendekati level 6.500 maka sudah mulai menarik untuk kembali memburu saham-saham big caps yang mengalami koreksi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati