KONTAN.CO.ID - TEL AVIV. Perdana Menteri Israel mengatakan bahwa warga Palestina harus "menerima" kenyataan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel agar kedua negara bisa bergerak menuju perdamaian. Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Yerusalem telah menjadi ibu kota Israel selama 3.000 tahun dan "tidak pernah menjadi ibukota negara lain". Dia berbicara di tengah demonstrasi yang sedang berlangsung di dunia Muslim dan Arab setelah keputusan Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Akibat keputusan tersebut, kekerasan meletus di dekat kedutaan AS di Lebanon dan tempat lain pada hari Minggu (10/12). Berbicara di Paris setelah bertemu empat mata dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Netanyahu mengatakan upaya untuk menolak koneksi milenium orang-orang Yahudi ke Yerusalem merupakan hal yang tidak masuk akal. "Anda bisa membacanya dalam sebuah buku yang sangat bagus -ini disebut Alkitab. Anda dapat membacanya dalam Alkitab, Anda dapat mendengarnya dalam sejarah komunitas Yahudi di seluruh diaspora kita ... Di mana lagi ibu kota Israel, tapi di Yerusalem? Semakin cepat orang-orang Palestina mengatasi kenyataan ini, semakin cepat kita akan bergerak menuju perdamaian," urainya. Sementara itu, juru bicara Wakil Presiden AS Mike Pence, mengkritik otoritas Palestina dengan mengatakan AS menyayangkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak untuk bertemu dengan Pence dalam perjalanannya yang akan datang ke wilayah tersebut. Di Mesir, ulama Muslim dan Kristen tertinggi di negara itu juga telah membatalkan pembicaraan yang dijadwalkan dengan Pence sebagai protes atas tindakan AS tersebut. Rangkaian protes Ada kecaman yang meluas atas keputusan Presiden Donald Trump -yang diumumkan pada Rabu (6/12)- dalam membalikkan kenetralan AS terhadap status Yerusalem selama beberapa dekade yang menyinggung inti konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Palestina. Kota ini merupakan rumah bagi situs-situs keagamaan utama yang suci bagi Yudaisme, Islam dan Kristen, terutama di Yerusalem Timur. Israel selalu menganggap Yerusalem sebagai ibukotanya, sementara Palestina mengklaim Yerusalem Timur - yang diduduki oleh Israel dalam perang 1967 - sebagai ibu kota sebuah negara Palestina masa depan. Pada Minggu kemarin, serangkaian aksi demonstrasi terus berlanjut terhadap AS: - Di Beirut, polisi anti huru hara menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa agar tidak mencapai kedutaan AS - Aksi demonstrasi juga terjadi di Kairo dan Rabat, ibu kota Maroko - Di wilayah Palestina sendiri demonstrasi berlanjut sementara Israel mengatakan telah meledakkan terowongan di Gaza, yang disebut-sebut sedang digali untuk memungkinkan serangan militan - Ribuan orang berdemonstrasi di luar kedutaan AS di ibukota Indonesia, Jakarta, beberapa spanduk melambai bertuliskan "Palestina ada di hati kita" - Sebuah benda terbakar dilemparkan ke sebuah rumah ibadat di kota Gothenburg, Swedia, pada Sabtu malam, yang menurut polisi merupakan usaha pembakaran yang gagal Di Turki, Presiden Recep Tayyip Erdoğan mengatakan pada sebuah demonstrasi besar di Istanbul bahwa dia tidak akan meninggalkan Yerusalem untuk sebuah negara yang "membunuh anak-anak".
Netanyahu mengatakan bahwa pemimpin Turki telah "menyerang Israel". "Saya tidak terbiasa menerima ceramah tentang moralitas dari seorang pemimpin yang mengebom desa Kurdi di negara asalnya, Turki, yang memenjarakan wartawan, membantu Iran mengatasi sanksi internasional dan yang membantu teroris, termasuk di Gaza, membunuh orang-orang yang tidak bersalah," tambahnya. Erdogan telah menggambarkan Yerusalem sebagai isu "garis merah" bagi umat Islam dan memperingatkan Turki dapat mengakhiri hubungan diplomatik dengan Israel mengenai masalah tersebut. Turki dan Israel hanya memulihkan hubungan diplomatik tahun lalu, enam tahun setelah Turki memotong hubungan dalam demonstrasi atas pembunuhan sembilan aktivis Turki pro-Palestina dalam bentrokan dengan pasukan komando Israel di sebuah kapal yang berusaha mematahkan blokade angkatan laut Israel di Gaza.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie