KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan udara Israel yang menargetkan roket-roket Hezbollah di Lebanon selatan bukanlah akhir dari konfrontasi, melainkan awal dari upaya untuk mengubah situasi di wilayah utara. Pernyataan ini muncul setelah kedua belah pihak terlibat dalam baku tembak terberat sejak dimulainya perang di Gaza, yang meningkatkan kekhawatiran akan potensi konflik regional yang lebih luas.
Serangan Udara Israel
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengerahkan 100 jet tempur yang menargetkan lebih dari 40 lokasi di Lebanon dalam serangan yang berlangsung selama tujuh jam.
Netanyahu menegaskan bahwa serangan tersebut menghancurkan ribuan roket jarak pendek yang dirancang untuk menyerang warga sipil dan pasukan Israel di wilayah Galilea, utara Israel. Selain itu, Netanyahu juga menyebut bahwa IDF berhasil mencegat semua drone yang diluncurkan oleh Hezbollah ke target strategis di pusat Israel. Netanyahu tidak mengungkapkan target spesifik yang dimaksud, namun pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, menyebut bahwa target tersebut adalah pangkalan intelijen militer di luar Tel Aviv, yang diduga merupakan pangkalan militer Glilot, markas badan intelijen Mossad dan Unit 8200 yang berfokus pada pengawasan elektronik.
Baca Juga: Roket Hezbollah Tembus Sistem Pertahanan Udara Israel Dampak dan Respons Hezbollah
Dalam serangan tersebut, dua pejuang Hezbollah dan satu militan dari kelompok sekutu mereka tewas, sementara seorang perwira angkatan laut Israel tewas dan dua anggota lainnya terluka di kapal patroli di lepas pantai utara Israel akibat pecahan peluru dari rudal pencegat Iron Dome. Pada Minggu malam, sayap bersenjata Hamas mengklaim telah menembakkan roket "M90" ke Tel Aviv sebagai respons terhadap apa yang mereka sebut sebagai "pembantaian Israel terhadap warga sipil." Namun, IDF melaporkan bahwa roket tersebut mendarat di area terbuka tanpa menyebabkan kerusakan. Dalam pidatonya pada hari Minggu, Hassan Nasrallah meremehkan dampak serangan udara Israel dan menggambarkan serangan udara Hezbollah sebagai sukses. Nasrallah menjelaskan bahwa Hezbollah menggunakan roket Katyusha (sebanyak 320 unit menurut pernyataan resmi mereka) untuk mengalihkan perhatian sistem pertahanan udara Iron Dome Israel dari serangan drone massal. Ia menambahkan bahwa semua drone yang terlibat berhasil diluncurkan dan memasuki wilayah udara Israel, meskipun tidak disebutkan berapa banyak yang mencapai targetnya.
Potensi Eskalasi dan Solusi Diplomatik
Meskipun Netanyahu dan Nasrallah tidak menutup kemungkinan adanya konfrontasi lebih lanjut di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon, beberapa diplomat yang dikutip oleh Reuters menyebut bahwa kedua belah pihak telah berkomunikasi dan menyatakan bahwa mereka menganggap pertukaran tembakan ini "selesai" dan tidak menginginkan perang berskala penuh. Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, juga menegaskan bahwa negaranya tidak ingin konflik besar-besaran, meskipun akan bertindak sesuai dengan perkembangan situasi di lapangan. Namun, pemerintah Netanyahu berada di bawah tekanan politik yang kuat untuk menciptakan kondisi di wilayah utara Israel agar 80.000 warga yang mengungsi dapat kembali ke rumah mereka, yang sebelumnya dipaksa mengungsi oleh serangan roket dan artileri Hezbollah.
Strategi Militer Israel
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, dalam pertemuan dengan para perwira IDF, menyatakan bahwa Hezbollah terkejut dengan tindakan preemptive Israel yang dilakukan beberapa menit sebelum milisi Lebanon itu melancarkan serangan roket dan drone mereka. Menurut Gallant, ribuan roket dan rudal presisi berhasil dihancurkan, serta puluhan drone berhasil ditembak jatuh, menjadikan operasi tersebut sangat berhasil.
Gallant menekankan bahwa Israel berada di persimpangan strategis antara solusi yang dinegosiasikan untuk konflik di Gaza dan konfrontasi dengan Hezbollah di Lebanon. Ia menyebut bahwa Israel tengah beroperasi secara militer dan bersiap seolah-olah tidak akan ada resolusi, namun tetap memberi peluang bagi penyelesaian melalui kesepakatan.
Baca Juga: Israel dan Hizbullah Terlibat Adu Rudal Besar-besaran, Bisa Picu Perang Timur Tengah Sekutu-sekutu Israel menyatakan dukungan mereka terhadap ancaman dari Hezbollah sembari menyerukan pengendalian diri untuk menghindari perang regional. Presiden AS, Joe Biden, terus memantau perkembangan di Israel dan Lebanon, sementara para pejabat senior AS berkomunikasi secara kontinu dengan rekan-rekan mereka di Israel. Selain itu, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Charles Brown, tiba di Israel pada hari Minggu untuk mengadakan pembicaraan dengan pejabat militer sebagai bagian dari tur ke ibukota-ibukota di Timur Tengah, yang telah direncanakan sebelum peristiwa tersebut.
Editor: Handoyo .