KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Platform Jaga Pemilu menyebut, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi isu pelanggaran pemilu tertinggi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Dari sisi isu, isu netralitas ASN menjadi isu pelanggaran tertinggi (39%)," kata kata Luky Djani, Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu dalam konferensi pers bertajuk 'Rekap Temuan Pelanggaran Pemilu 2024', Senin (12/2). Kemudian, disusul dengan isu politik uang (20%) dan pelanggaran kampanye (17%).
Dari sisi kategori, Jaga Pemilu menemukan pelanggaran dalam periode akhir Januari - tengah Februari 2024, paling tinggi kategori tindak pidana pemilu (44%). "Kemudian, disusul dengan dugaan pelanggaran hukum lain (33%), disusul dengan dugaan pelanggaran administrasi pemilu (13%) dan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara (10%)," ujar Luky.
Baca Juga: Pengamat: Kampanye Jelang Pemilu Turut Beri Andil Kenaikan Harga Beras Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Hukum dan Advokasi Jaga Pemilu Rusdi Marpaung menyayangkan berbagai pelanggaran yang terjadi terkait netralitas ASN cenderung bersanksi lemah. Sebagaimana diketahui, Pemerintah bahkan telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-547 4 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447.1/PM.01/K.1/09/2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. Dalam SKB tersebut, berikut perilaku-perilaku yang dilarang terkait pemilu bagi ASN: 1. Kampanye/Sosialisasi Media Sosial (Posting, Share, Komentar, Like dll); 2. Menghadiri Deklarasi Calon; 3. Ikut sebagai Panitia/Pelaksana; 4. Ikut kampanye dengan atribut PNS; 5. Ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; 6. Menghadiri acara parpol; 7. Menghadiri penyerahan dukungan parpol ke paslon; 8. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan (melakukan ajakan, himbauan, seruan); 9. Memberikan kembali dukungan ke Caleg/Calon independen kepala daerah dengan memberikan KTP.
“Sanksinya lebih banyak administratif atau teguran moral, tidak ada sanksi yang cukup memberi efek jera,” ungkap Rusdi. Menurutnya, sanksi terhadap ASN tidak ada yang cukup tegas. Selain itu, sanksi yang diberikan juga diberikan melalui Kementerian PAN-RB. “Juga bagi kepala daerah, walikota, gubernur, harusnya sanksi untuk mereka datang dari kementerian. Tapi walaupun ada sanksi, maka efeknya pun tidak membuat jera atau cenderung lemah,” imbuh Rusdi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat