JAKARTa. PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) kembali mengajukan proposal pembangunan pabrik pemurnian mineral atau
smelter. Perusahaan tersebut tetap menggandeng PT Freeport Indonesia untuk membangun
smelter. Selama ini, ketidakjelasan agenda pembangunan
smelter menyebabkan Newmont tak kunjung mendapatkan rekomendasi ekspor dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Padahal, izin ekspor perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu sudah berakhir pada 22 September 2015. Sejauh ini, Kementerian ESDM masih mengevaluasi dan mengkaji isi proposal Newmont dan belum memberikan persetujuan atas isi proposal yang disorongkan oleh Newmont. "Saya berharap dalam waktu dekat selesai. Insya Allah pekan depan," kata Mohammad Hidayat, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Kamis (12/11).
Hidayat menyatakan, Kementerian ESDM mengklaim terus mendorong Newmont supaya segera melaporkan perkembangan agenda pembangunan pabrik pengolahan mineral pertambangan tersebut. "Kami juga tidak ingin produksinya terus menumpuk gara-gara enggak bisa ekspor," tandas dia. Sebagai catatan, Newmont sempat mengajukan permintaan kuota ekspor konsentrat tembaga sekitar 500.000 ton untuk jangka waktu enam bulan ke depan. Tapi, Kementerian ESDM belum memproses pengajuan ekspor itu, bahkan sempat dua kali mengembalikan proposal izin ekspor yang diajukan oleh Newmont. Pertimbangannya, Newmont dinilai tidak serius membangun
smelter. Padahal, perusahaan pertambangan di Indonesia wajib membangun
smelter sebagai syarat untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat mineral pertambangan. Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Nah, dalam proposal terbarunya, Newmont dan Freeport berniat membangun
smelter bersama di Gresik, Jawa Timur. Nilai investasi proyek ini sekitar US$ 2,3 miliar. Jika Kementerian ESDM menyetujui proposal kerjasama proyek
smelter Newmont dan Freeport tersebut, perusahaan ini bisa mendapat rekomendasi surat persetujuan ekspor (SPE) konsentrat tembaga. Penilaian proposal Ada sejumlah pertimbangan yang akan dipakai Kementerian ESDM untuk menilai proposal ini. Misalnya, kapasitas konsentrat tembaga yang wajib dipasok oleh Newmont ke
smelter tersebut. Sayang, Kementerian ESDM belum menjelaskan patokan dan target pasokan konsentrat tembaga yang akan dibangun Newmont dan Freeport Indonesia. Termasuk, pembagian pendanaan dari kedua perusahaan tersebut. Sebelumnya, Kementerian ESDM menilai bahwa Newmont ogah-ogahan membangun
smelter karena kontrak karya perusahaan tersebut akan habis tahun 2030. Alhasil, pembangunan
smelter tidak ekonomis meskipun dibangun melalui kerjasama dengan perusahaan lain.
Kecurigaan Kementerian ESDM bahwa Newmont tak serius membangun
smelter semakin kuat karena Newmont juga enggan menyetorkan dana sebagai bukti komitmennya membangun
smelter. Hingga saat ini perusahaan tersebut sebatas bermodal proposal dan nota kesepahaman dengan Freeport dalam proyek
smelter. Manajemen Newmont belum merespon dan memberikan informasi terkait dengan proyek ini. Sampai berita ini diturunkan, Jurubicara Newmont Nusa Tenggara Rubi Purnomo, belum menjawab atas permintaan penjelasan yang diajukan KONTAN. Freeport, calon mitra Newmont, juga menolak menjelaskan detil
smelter di Gresik. "Sebaiknya ditanyakan langsung kepada Newmont saja," kata Riza Pratama, Jurubicara Freeport Indonesia, kepada KONTAN, Kamis (12/11). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia