Newmont jadi jantung ekonomi Sumbawa Barat



SUMBAWA. PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) menjadi jantung yang menjadikan ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat berdenyut. Bahkan pada tahun lalu, PT NNT menyumbang 92% nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDRB) kabupaten tersebut.

Kepala Bappeda Sumbawa Barat Amri Rakhman mengatakan, total PDB Kabupatan Sumbawa Barat pada tahun 2010 dikisaran angka Rp 18 triliun. Kemudian menurun diangka Rp 13 triliun tahun 201, 2012 sebesar Rp 12 triliun dan 2013 naik di atas Rp 13 triliun. “Komposisi pertambangan di PDRB Sumbawa Barat mencapai 90%, sedangkan 10% dari sektor lain seperti perdagangan dan pertanian,” katanya, Jumat (19/12).

Amri menjelaskan, kontribusi pertambangan ada yang bisa dinikmati perekonomian Sumbawa Barat secara langsung. Tapi sebagian pendapatan masuk terlebih dahulu ke pemerintah pusat dalam bentuk bagi hasil tambang dan royalty. Untuk yang bisa dinikmati langsung, terutama berasal dari upah tenaga kerja yang dibelanjakan langsung. Menurutnya, ada sekitar Rp 300 miliar sampai Rp 500 miliar dana yang beredar di Sumbawa Barat berasal dari gaji dan upah yang dibayarkan PT NNT.


Itu sebabnya, denyut nadi perekonomian Kabupaten Sumbawa Barat sangat terganggu dengan adanya kondisi kahar (force majeure) yang memaksa PT NNT menghentikan operasi pertambangan selama tiga bulan, dari Juni-Agustus 2014. Alhasil, dengan tidak beroperasinya kegiatan tambang, PT NNT merumahkan sebagian tenaga kerja dan memangkasupah tenaga kerja.  

“Saat penutupan berlangsung, omzet toko turun 80%,” kata Anwar Hadi (42), pemilik toko kelontong di Kecamatan Maluk. Anwar bilang, omzet toko sebelum penutupan tambang mencapai sekitar Rp 20 juta-Rp 25 juta.

Maluk merupakan sebuah kecamatan yang berdekatan langsung dengan tambang Batu Hijau milik Newmont. Oleh karena itu, penghentian operasi tambang selama hampir tiga bulan paling terasa di wilayah ini. Selain menyediakan kebutuhan logistik, wilayah ini juga merupakan tempat sejumlah pegawai PT NNT tinggal.

Hal yang sama dirasakan oleh pemilik rumah makan Luwes, Handayani (50 ). Menurut Handayani, akibat berhentinya operasional tambang maka rumah makannya harus mengurangi jumlah tenaga kerja dari sebelumnya 10 orang menjadi 6 orang. "Karena pengunjung sepi," keluhnya. 

Setiap hari, Handayani menuturkan, rumah makannya sanggup meraup omzet sebesar Rp 6 juta-Rp7 juta. Namun saat penutupan tambang, omzet turun menjadi Rp 500.000 per hari. Omzetnya cukup tinggi karena selain melayani pengunjung rumah makan, juga melayani pesanan katering dari pegawai PT NNT. 

Dengan kondisi inilah, maka Anwar dan Handayani berharap, izin ekspor PT NNT bisa tetap dipertahankan sehingga ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat terus bergeliat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan