Pertemuan Prabowo dengan Jokowi menimbulkan beragam spekulasi. Mulai dari kemungkinan Prabowo dan partainya bergabung dalam koalisi pemerintah dan apa saja syarat berkoalisi. Adapun Baiq harap-harap cemas dengan keputusan amnesti yang akan dirapatkan oleh Komisi III DPR RI. Inilah dua tokoh yang selama sepekan (15-19 Juli 2019) membuat kita tidak bisa berpaling. Baiq Nuril Maknun, Korban Pelecehan
Tapi, pengalaman pahit selama kurang lebih enam tahun ini telah menjadi guru terbaik saya. Berbagai dukungan pun mengalir tanpa pernah saya rencanakan atau pikirkan. Hal itu yang membuat saya semakin bertekad tidak akan pernah menyerah.Mata perempuan berhijab itu sembab, air mata mengalir dari kedua matanya. Air mata itu seperti ungkapan kesedihan atas ketidakadilan. Kata-kata yang keluar dari mulutnya bergetar seperti menahan kesedihan. Perempuan itu Baiq Nuril Maknun. Perjalanan kesedihannya dalam mencari keadilan telah membawanya jauh dari Mataram ke Jakarta. Sepanjang pekan ini, Senin (15/7) hingga Jumat (19/7), Baiq menjadi berita di media. Baca Juga: Baiq Nuril berharap, Amien Rais setuju Bermula Senin, Baiq ditemani sejumlah aktivis menyerahkan surat kepada Presiden Joko Widodo melalui kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Seusai menyerahkan, Baiq membacakan surat itu di hadapan awak media. Ketika itulah air mata Baiq bercucuran. Hari berikutnya, Baiq ke gedung DPR. Dia menanti surat pertimbangan Amnesti Jokowi untuk dibahas di DPR. Ketika surat itu diterima DPR, “Alhamdulillah, Alhamdulillah, saya berterima kasih bapak presiden atas perhatiannya yang sampai saat ini, Alhamdulillah, untuk memberikan amnesti pada saya. Mudah-mudahan DPR menyetujui pertimbangan untuk beri amnesti pada saya," ujar Baiq Nuril Maqnun. Baca Juga: DPR bacakan surat Jokowi soal amnesti Baiq Nuril di rapat paripurna, Selasa (16/7) Ya, surat itu kemudian dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR. “Mudah-mudahan DPR menyetujui memberi pertimbangan untuk beri amnesti pada saya," kata Baiq saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/7). Namun, hasil akhir pembahasan Bamus memutuskan pembahasan pemberian pertimbangan amnesti terhadap Baiq Nuril akan dibahas oleh Komisi III. "Menurut saya, ini harus selesai sebelum masa reses, karena masa resesnya 26 Juli," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Baca Juga: Menkumham: Pemerintah memberi perhatian serius terkait kasus Baiq Nuril Kini, Baiq Nuril Maknun tinggal menanti keputusan. "Kita mesti harus berjuang," kata anggota DPR dari Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka. Semoga ada keputusan yang melegakan semua orang. Keputusan yang akan menghapus air mata perempuan berhijab itu. Kasus Baiq Nuril bermula saat ia menerima telepon dari Kepsek berinisial M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq. Karena merasa dilecehkan, Baiq pun merekam perbincangan tersebut. Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Baiq ke polisi. Kepsek M menyebut, aksi Baiq membuat malu keluarganya. Baiq pun menjalani proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Baiq. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi. Mahkamah Agung kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Baiq kemudian mengajukan PK. Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Baiq dan memutus Baiq harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.(dari Surat Baiq Nuril untuk Presiden Joko Widodo)
"Sudahlah, enggak ada lagi cebong-cebong. Enggak ada lagi kampret-kampret," ujar Prabowo. "Semuanya sekarang merah-putih."Mereka bertemu, berpelukan, dan tertawa bersama di Stasiun MRT Senayan, Jakarta. Mereka menampilkan wajah ceria yang selama berbulan lalu terlupakan. Ya, mereka adalah Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Mereka berusaha menghapus jejak tak elok selama pemilihan presiden. "Sudahlah, enggak ada lagi cebong-cebong. Enggak ada lagi kampret-kampret," ujar Prabowo. Kemudian Probowo menegaskan, "semuanya sekarang merah-putih". Pertemuan yang berlangsung Sabtu siang itu (13/7) itu diyakini sejumlah pihak dapat mencairkan polarisasi yang terjadi akibat pemilihan presiden. Sejumlah tokoh mengapresiasi sikap prabowo ini, di antaranya Khofifah yang menilai Prabowo sebagai sosok negarawan karena mampu menyatukan kembali pilihan yang sempat terbelah. Namun, Amien Rais kecewa, dia merasa tidak “dipamiti” oleh Prabowo. Meskipun pada akhirnya Amin setuju dengan pertemuan tersebut. Baca Juga: Amien Rais tidak tahu Prabowo bertemu Jokowi Pertemuan tersebut mengundang berita lain sejak Senin hingga Jumat. Misalnya berita tentang kemungkinan Prabowo bergabung dalam koalisi pemerintah, kemungkinan Prabowo dan partainya tetap berada di oposisi. Juga ada wacana pertemuan kembali dengan Joko Widodo. Semua itu terjawab dalam Rapat Dewan Pembina Partai Gerindra di kediaman Prabowo, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/7). Perihal pertemuan di stasiun MRT yang terkesan mendadak, "Pak Prabowo tadi menerangkan bahwa rencana pertemuan MRT yang memang tidak disampaikan ke dewan pembina karena sifatnya mendadak dan situasional," kata Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Adapun pertemuan berikutnya Wakil Ketua Partai Gerindra lain yang menyampaikan. “Pertemuan kemungkinan sebelum tanggal 17 Agustus 2019 sebelum pidato Presiden Joko Widodo di depan MPR/DPR," ujar Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra saat dihubungi Kompas.com. Baca Juga: Bakal bertemu lagi dengan Jokowi, Prabowo akan sodorkan sejumlah program Bagaimana arah politik partai Gerindra? Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan bahwa dewan pembina partainya menyerahkan keputusan mengenai arah politik ke tangan Prabowo Subianto sebagai ketua umum. Namun, sejatinya sudah jelas bahwa Prabowo dan partainya memang akan bergabung dengan koalisi pemerintah bila konsep yang disodorkan di terima oleh Jokowi-Ma’ruf.