Ngambek kena Sanksi, Juara Balapan F1 Tiga Kali Ingin Peniun dari Sirkuit



KONTAN.CO.ID - Max Verstappen, juara dunia Formula One (F1) tiga kali, mengisyaratkan bahwa dia mungkin meninggalkan sirkuit lebih cepat dari yang diharapkan, jika badan pengatur olahraga menghentikan kesenangannya dan kebebasan menjadi dirinya sendiri.

Pembalap Red Bull itu dijatuhi sanksi "kerja kepentingan publik" oleh FIA setelah menggunakan kata-kata keras dalam konferensi pers di Grand Prix Singapura Kamis lalu.

Baca Juga: ​Ranking FIFA Resmi, Cek Posisi Indonesia Update Terbaru 19 September 2024


Hukuman yang menurutnya "sangat konyol" itu membuat Verstappen hanya memberikan jawaban singkat dalam konferensi pers FIA. Dia bertemu dengan wartawan di tempat lain dalam huddle paddock media.

Dia melakukan hal yang sama setelah finis kedua dalam balapan di belakang rekan setim McLaren Lando Norris. Dia menggunakan kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut mengapa merasa sangat terpukul atas sanksi tersebut.

"Semua hal seperti ini pasti akan menentukan masa depan saya juga," katanya. "Ketika Anda tidak dapat menjadi diri sendiri atau Anda harus berurusan dengan hal-hal konyol seperti ini."

Baca Juga: ​Data Terbaru Klasemen Kualifikasi Piala Dunia (FIFA World Cup 26) Zona Asia

"Saya pikir sekarang saya berada pada tahap karier saya bahwa Anda tidak ingin berurusan dengan hal-hal seperti ini sepanjang waktu."

"Tentu menyenangkan sukses dan menangbalapan, tetapi begitu Anda mencapai semuanya, Anda ingin hanya menikmati waktu yang baik juga."

Verstappen sebelumnya telah berbicara tentang pensiun dari F1 saat masih relatif muda, menekankan bahwa dia tidak ingin seperti Lewis Hamilton, 39, dan Fernando Alonso, 43.

Baca Juga: Gucci Menyajikan Mimpi Matahari Terbenam di Milan Fashion Week

"Jika Anda harus berurusan dengan hal-hal konyol seperti ini, bagi saya itu bukan cara melanjutkan olahraga," katanya.

"F1 akan terus berlanjut tanpa saya. Tidak ada masalah. Tapi itu juga tidak menjadi masalah bagi saya."

Verstappen mengatakan bahwa dia merasa dilarang untuk menjadi otentik.

Editor: Hasbi Maulana