Bitcoin Belum Lelah Menggelinding
Lewat cuitan mikroblogging Twitter, pendiri Wikileaks, Julian Assange mengucapkan terimakasih pada pemerintah Amerika Serikat yang sudah memaksa perusahaan pembayaran seperti Visa dan MasterCard memblokir akun Wikileaks. Karena hasil dari pemblokiran itu, Assange kini merasakan imbal hasil yang luar biasa dari mata uang virtual, bitcoin. Pasca diblokir tahun 2010 silam, Wikileaks diketahui menerima donasi dalam bentuk bitcoin. Nah, lantaran harga bitcoin meroket, Wikilekas pun panen besar. Assange mengatakan organisasinya mendapatkan imbal hasil hingga 50.000% setelah berinvestasi sejak 2010.
Kisah pendiri Wikileaks ini menjadi salah satu cerita sukses orang yang menggunakan bitcoin di masa-masa awalnya. Apalagi dengan menggunakan uang kripto seperti bitcoin ini memungkinkan seorang donatur Wikileaks membayar tanpa diketahui nama dan dapat dipindahkan ke seluruh dunia dengan gampang. Bicara soal keuntungan investasi, memang di tahun ini tidak ada instrumen yang kehebohannya melebihi bitcoin. Menurut CoinDesk, bitcoin diperdagangkan di US$ 10.150 pada Kamis (30/11). Bahkan, Rabu (29/11) harga bitcoin sempat menembus US$ 11.115,2, yang merupakan harga tertingginya sepanjang sejarah. Padahal harga 1 bitcoin di awal 2017 baru sekitar US$ 977,69. Artinya, sejak awal tahun bitcoin sudah naik 1.000%. Situs Coinmarketcap mencatat, lonjakan harga ini membuat nilai pasar bitcoin meningkat menjadi US$ 163 miliar per Kamis lalu (30/11). Sedang kapitalisasi pasar mata uang kripto mencapai US$ 304 miliar. Sempat anjlok Manajer investasi ternama, Michael Novogratz pun meramalkan harga bitcoin bisa mencapai US$ 40.000 pada akhir 2018. “Bitcoin bisa mencapai US$ 40.000 pada akhir 2018. Dengan mudah itu bisa ditembus,” kata Novogratz kepada “Fast Money” seperti dilansir CNBC, Selasa (28/11). Namun tak sedikit pula yang berpandangan skeptis dan menilai harga Bitcoin tak akan selamanya terus memuncak. Memang benar, harga bitcoin sempat anjlok pada bulan September lalu. Sebuah perusahaan penyedia platform jual beli bitcoin terbesar di China, BTCC mengumumkan diri bakal menutup semua transaksi bitcoin. Kabar ini mengejutkan pasar bitcoin dunia pada saat itu. Keputusan ini akibat tekanan dari pemerintah China dan bank sentral negeri Tiongkok yang memerintahkan bursa jual beli bitcoin di China untuk tutup. Malahan bank sentral China mengharamkan initial coin offering (ICO) di negaranya. Mirip dengan penjualan saham perdana perusahaan publik, ICO merupakan mekanisme bagi startup di bidang mata uang digital menghimpun modal. Sebagai bukti andil memodali proyek tersebut, investor akan mendapatkan token digital. Token ini diharapkan memiliki nilai di masa depan jika proyek yang dimodali tadi berhasil secara bisnis. Kelak, token bisa ditukar balik, tentu dengan nilai lebih besar. Pasca kejadian di negeri Tiongkok ini, harga bitcoin langsung melorot. Alhasil harga bitcoin sempat anjlok 30% dari US$ 4.800 menjadi kisaran US$ 3.000. Saat itu banyak yang memprediksi kalau penurunan harga di bulan September merupakan tanda-tanda akhir dari kisah penguatan bitcoin. Tetapi prediksi itu mentah. Tak lama berselang, harga bitcoin kembali menanjak. Bahkan, bitcoin melompat tinggi pada perayaan Thanksgiving (23/11) disusul Black Friday (24/11) di mana untuk pertama kalinya bitcoin menembus US$ 8.725. Rupanya pada hari spesial ini, banyak orang belanja bitcoin untuk hadiah. Lonjakan harga di akhir pekan ini memicu histeria dan perburuan bitcoin di pasar. Maka, hari-hari berikutnya bitcoin terus mencetak rekor baru hingga ke titik tertinggi di US$ 11.115,2 (29/11). Namun akhir pekan lalu, bitcoin terkoreksi ke US$ 9.000-US$ 10.000-an. Permintaan tinggi Inikah akhir reli panjang kenaikan harga bitcoin, ataukah harganya akan kembali berlari kencang menuju US$ 40.000? “Sejujurnya saya sendiri tidak mengetahui ke mana harga akan bergerak dari market satu dunia. Bukan cuma di Indonesia,” aku Oscar Darmawan, CEO Bitcoin Indonesia. Yang jelas, kata Oscar, harga bitcoin yang menembus level psikologis US$ 10.000 ini tak lepas dari hukum standar ekonomi, yakni permintaan dan penawaran. Dan, hingga saat kini permintaan terhadap bitcoin masih tetap tinggi. Sentimen lainnya yang bisa membuat harga bitcoin tetap terjaga adalah keberadaan uang kripto ini di banyak negara. ”Sentimen utamanya karena bitcoin legal dan diatur oleh regulator di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa,” ujar Oscar. Ya, meskipun beberapa bank sentral di dunia melarangnya, seperti di China, Korea Selatan dan Vietnam, namun beberapa negara telah mengaturnya. Di Asia, Jepang menjadi pusat perputaran bitcoin di dunia. Tercatat dari seluruh bitcoin yang ada lebih dari 65% berputar di negeri matahari terbit itu. “Apalagi lembaga keuangan dan finansial di Jepang mulai menyimpan aset dalam bitcoin. Saya kira itu menjadi penggerak utama kenaikan bitcoin,” ujar Oscar. Minat terhadap bitcoin, khususnya dalam waktu dekat ini, juga akan dipacu penerbitan produk derivatif bitcoin. Pada pekan kedua Desember ini, perusahaan derivatif terbesar dunia, CME akan meluncurkan produk derivatif bitcoin. Nasdaq bekerja sama dengan perusahaan manajer investasi asal New York, VanEck juga akan meluncurkan kontrak berjangka bitcoin. Munculnya produk derivatif bitcoin akan membawa likuiditas dan memberi legitimasi ke uang kripto. Ini bisa membuat orang kembali berburu bitcoin. Hal itu pula yang membuat Yos Affandi, seorang trader bitcoin, yakin kenaikan harga bitcoin akan terus berlangsung. “Sentimen positif terus menyelimuti bitcoin,” ujarnya. Yos memperkirakan harga uang internet ini akan terus naik hingga Januari 208. “Untuk jangka pendek cukup sulit memberikan prediksi harga, tetapi dari berita yang beredar akan adanya hard fork atau upgrade sistem uang kripto di bulan Desember dan Januari 2018, seharusnya tren ini akan masih bertahan,” ujarnya. Namun yang namanya investasi tetap ada risikonya. Yos juga meyakini jika harga bitcoin bisa saja akan melorot. Apa yang dialami trader bitcoin sebenarnya tidak ada yang bebeda saat seorang investor saham bisa memprediksi saat pasar modal mengalami bearish. Seorang trader, menurut Yos juga mempunyai kemampuan membaca pasar dan risiko yang ada dari bitcoin. Apalagi indikasi penurunan harga juga bisa dilihat dari berbagai sumber. ”Kan indikasi turunnya harga bisa dilihat dari orderbook, indikator pada chart,” ujar Yos. Makanya, kata Yos, alasan ancaman turunnya harga bitcoin tidak menjadi alasan bahwa instrumen ini tidak layak untuk dikumpulkan. Risiko tanggung sendiri Harga bitcoin yang menggelembung dengan cepat, dan masih berpotensi terus membesar seiring kehadiran produk revatif, tak pelak terus melahirkan kritik. Banyak pihak menilai bitcoin sebagai
bubble yang bisa pecah sewaktu-waktu dan melahirkan krisis yang mengerikan. Tak main-main, peringatan bahaya bubble bitcoin dan tudingan bahwa bitcoin merupakan skema piramida datang dari pihak-pihak yang kompeten (
lihat grafik). Namun, pembela bitcoin juga banyak, dan tak kalah beken. Oscar mencontohkan pendiri Apple Steve Wozniak dan pendiri Microsoft Bill Gates yang mengatakan, bitcoin suatu teknologi yang luar biasa bahkan disebut lebih baik daripada emas. “Ini tergantung mau dengar yang positif atau yang negatif, ” ujar Oscar. Pengamat Investasi Lukas Setia Atmaja mengatakan, investasi cryptocurrency seperti bitcoin bisa sangat menguntungkan. Tapi, sebaliknya juga bisa sangat merugikan investor. “Orang harus sadar bahwa investasi ini high risk,” katanya. Pasalnya uang kripto tidak memiliki fundamental yang jelas serta hanya bergantung pada besarnya permintaan dan penawaran. Selama ini harganya bisa naik terus memang karena ada permintaan yang tinggi dari masyarakat di dunia. “Padahal underlying-nya tidak ada,” ujar Lukas. Ia menilai, saat ini harga bitcoin sudah kelewat tinggi. Instrumen investasi apapun, menurut Lukas, jika kenaikannya sudah di atas kewajaran, maka ada potensi untuk turun. Ia pun menyarankan agar masyarakat berhati-hati jika memang ingin ikutan menjadi trader bitcoin. “Jangan sampai cuma ikut-ikutan tanpa ada analisa yang matang,” ujar Lukas. Apalagi IMF dan bank sentral beberapa negara sudah memberikan sinyal agar investor berhati-hati. Bagaimana di Indonesia? Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menyatakan, lembaganya hingga kini belum mengawasi peredaran bitcoin. “Kami belum sampai ke situ,” ujarnya. Begitu juga dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang sejauh ini juga tidak atau belum mengawasi peredaran uang virtual. Kepala Bapebbti Bachrul Chairi mengatakan, transaksi Bitcoin yang diminati saat ini adalah transaksi spot market yang di Indonesia belum tersentuh oleh otoritas keuangan. Bachrul mengatakan, Bappebti baru akan memiliki kewenangan mengatur bitcoin jika bitcoin dijadikan sebagai salah satu subjek kontrak berjangka dan ditransaksikan melalui mekanisme perdagangan berjangka. Sedangkan Bank Indonesia (BI) belum mau mengikuti jejak bank sentral negeri Tiongkok yang secara terang-terangan melarang keberadaan uang virtual di negaranya. Hingga kini, yang BI bisa lakukan adalah melarang institusi dalam negeri menggunakan mata uang virtual dalam setiap transaksi. Aturan itu akan tertuang dalam beleid bagi pelaku layanan keuangan berbasis teknologi termasuk e-commerce yang sedang disusun oleh BI. “Kami melarang penyelenggara teknologi finansial dan
e-commerce serta penyelenggara jasa sistem pembayaran menggunakan dan memproses virtual currency, serta bekerja sama dengan pihak-pihak yang memfasilitasi transaksi menggunakan virtual currency,” kata Agus.
Jadi? Jika ingin menjajal peruntungan di mata uang kripto ini, timbanglah secara cermat risikonya. Sampai sekarang, belum ada yang mengatur mata uang kripto di Indonesia. Sehingga, jika terjadi apa-apa, Anda sendirilah yang harus menanggung risikonya.
Masih Ada Celah Hilang Selamanya
Jangan selalu berpikir soal menuai keuntungan saat melihat fenomena kenaikan harga bitcoin belakangan ini. Walau harganya naik tajam, ada risiko selain soal kejatuhan harga.
Laporan perusahaan digital forensik, Chainalysis menunjukkan 2,78 juta- 3,79 juta bitcoin sudah hilang untuk selamanya dari sistem internet.
Risiko hilang dari sistem internet memang bisa saja terjadi. Apalagi, bitcoin cuma mengandalkan sistem internet. Tak ada bank sentral atau lembaga yang mengawasi dan bertanggung jawab pada nilainya.
Juga tak ada cadangan devisa atau underlying asset yang secara objektif menentukan nilainya. Artinya uang investor bisa hilang begitu saja, entah karena penipuan, kejahatan siber atau karena masalah pada komputer si investor.
Bagi CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan, laporan perusahaan Chainalysis itu bukanlah hal yang baru.
”Sama seperti emas, banyak yang hilang karena tertimbun atau jatuh ke samudra dalam. Itu cuma faktor pengurang supply. Itu juga lah yang membuat sedikitnya barang di market membuat harga bitcoin jadi tinggi seperti sekarang,” ujar Oscar.
Ia mengatakan hingga saat ini Bitcoin Indonesia terus memperbarui teknologi. Salah satunya menyediakan berbagai macam keamanan seperti Google Authenticator.
Ini merupakan aplikasi tambahan yang berfungsi untuk memperkuat keamanan akun dari member bitcoin. Aplikasi ini akan menghasilkan PIN yang selalu berubah setiap waktunya.
Berikutnya:
Mata Uang Kripto Non-Bitcoin Ikut Melejit * Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi 4 - 10 Desember 2017. Artikel selengkapnya berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut: "Bitcoin Belum Lelah Menggelinding" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga