Nias Selatan Darurat Wabah DBD dan Malaria, Delapan Orang Meninggal Dunia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah demam berdarah dengue (DBD) dan malaria tengah melanda wilayah Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, sejak Januari hingga Juli 2024.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nias Selatan melaporkan bahwa setidaknya tujuh kecamatan terdampak, yakni Pulau-Pulau Batu, Pulau-Pulau Batu Timur, Pulau-Pulau Batu Barat, Pulau-Pulau Batu Utara, Simauk, Tanah Masa, dan Hibala.

Selama periode tujuh bulan tersebut, tercatat sebanyak 562 orang warga telah terjangkit wabah ini. Dari jumlah tersebut, delapan orang meninggal dunia, sementara 554 warga lainnya telah menjalani perawatan dan dinyatakan sembuh dari malaria.


Sebagai langkah penanganan darurat, Pemerintah Kabupaten Nias Selatan menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Non Alam Kejadian Luar Biasa Malaria dan Demam Berdarah Dengue, sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Nomor 100.3.3.2/639/2024 yang berlaku selama 14 hari hingga 23 Agustus 2024.

Bupati Nias Selatan juga membentuk Sistem Komando Penanganan Darurat Kejadian Bencana Non Alam Kejadian Luar Biasa Malaria dan Demam Berdarah, yang ditetapkan melalui surat bernomor 100.3.3.2/646/2024 pada tanggal 9 Agustus 2024.

Baca Juga: Musim Kemarau, Kemenkes Ingatkan Kasus DBD Bisa Melonjak

Menindaklanjuti keputusan tersebut, unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Kabupaten Nias Selatan secara rutin melaksanakan penilaian dan kaji cepat di wilayah-wilayah yang menjadi zona merah wabah ini. BPBD Kabupaten Nias Selatan terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan langkah-langkah strategis dan terintegrasi dalam penanganan wabah.

Dinas Kesehatan juga telah menerbitkan status kejadian luar biasa dan mengambil langkah-langkah penanganan pasien melalui pusat-pusat pelayanan kesehatan di wilayah terdampak.

Selain itu, pemerintah kecamatan bersama Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) tak henti-hentinya menggencarkan gotong royong membersihkan lingkungan sebagai bentuk mitigasi dan antisipasi terhadap penyebaran penyakit ini.

Wabah DBD dan malaria, yang disebabkan oleh parasit protozoa dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles, masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat di Nias Selatan. Kasus wabah ini, yang masuk dalam kategori bencana non-alam sesuai UU Nomor 24 tahun 2007, juga menjadi ancaman di berbagai wilayah lain di Indonesia.

Sebagai negara tropis, Indonesia mencatat jumlah kasus malaria terbanyak kedua di Asia setelah India, dengan estimasi 811.636 kasus positif pada 2021, menurut data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes). Indonesia merupakan salah satu dari sembilan negara endemik malaria di wilayah Asia Tenggara yang menyumbang sekitar 2% dari beban kasus malaria global.

Data dari Kemenkes menunjukkan bahwa pada 2023, sebanyak 389 kabupaten/kota telah mencapai eliminasi malaria sesuai target. Pemerintah menargetkan seluruh wilayah Indonesia bebas malaria pada tahun 2030.

Baca Juga: Begini Cara Mengenal Gejala DBD dan Pencegahannya

Tren pemeriksaan kasus malaria meningkat pada 2023, dengan 3.464.862 pemeriksaan dibandingkan dengan 3.358.447 pemeriksaan pada 2022. Di sisi lain, angka positif malaria mengalami penurunan pada 2023 dengan 418.546 kasus dibandingkan 443.530 kasus pada 2022.

Meskipun terdapat peningkatan dalam jumlah pemeriksaan dan penurunan kasus positif, target nasional untuk Positivity Rate (PR) malaria <5% belum tercapai, dengan capaian nasional pada 2023 masih sebesar 12,08%.

Melihat kondisi ini, pemerintah terus mendorong masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan, seperti membersihkan lingkungan secara rutin, mengurangi populasi nyamuk dengan menebarkan ikan sebagai predator jentik nyamuk, serta menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu atau obat anti nyamuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .