JAKARTA. Patmi (48 tahun), salah seorang petani perempuan asal kawasan Gunung Kendeng, yang melakukan aksi mengecor kaki di depan Istana Negara, meninggal dunia pada Selasa (21/3/2017) dini hari.Patmi mengalami serangan jantung dan meninggal dalam perjalanan dari kantor LBH Jakarta menuju Rumah Sakit St. Carolus, Salemba, Jakarta Pusat.Salah satu pendamping petani Kendeng dari Yayasan Desantara, Mohammad Sobirin menuturkan, Patmi tidak diketahui memiliki riwayat mengidap penyakit jantung. Sejak awal melakukan aksi pada Kamis (16/3/2017) hingga Senin (20/3/2017), Patmi berada dalam kondisi sehat dan tidak mengeluh sakit.
Selain itu, kata Sobirin, Patmi mengikuti beberapa aksi berjalan kaki dalam aksi penolakan pabrik semen. "Bu Patmi tidak diketahui memiliki riwayat penyakit jantung. Saat datang ke Jakarta untuk aksi cor kaki, beliau dalam keadaan sehat dan beberapa kali ikut aksi
longmarch sejauh kira-kira 120 kilometer, dari Rembang ke Semarang dan dari Pati ke Semarang," ujar Sobirin saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2017). Sobirin menuturkan, dokter pendamping para petani Kendeng, Alexandra Herlina, tidak menyatakan Patmi sebagai salah satu peserta aksi yang berpotensi mengalami gangguan kesehatan saat melakukan pemeriksaan pada Senin (20/3/2017). Saat itu, Herlina menyatakan, ada tiga petani yang kondisi kesehatannya memburuk sehingga cor semen yang ada di kaki harus dibuka. "Saya tidak menyangka karena Bu Patmi tidak termasuk dalam tiga orang petani yang dinyatakan mengalami gangguan kesehatan. Kemarin malam pun Bu Patmi tidak mengeluh sakit dan masih bisa ngobrol dengan yang lain," ungkapnya. Pada kesempatan yang sama, Pendamping hukum petani Kendeng dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, setelah aksi mengecor kaki dengan semen di depan Istana Negara pada Senin (20/3/2017), sebagian besar petani memutuskan untuk membongkar belenggu semen di kaki mereka. Sementara sembilan petani tetap meneruskan aksi secara bergantian di depan Istana Negara. "Sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, sementara aksi akan terus dilakukan oleh sembilan orang. Bu Patmi adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka semalam dan persiapan untuk pulang di pagi hari," ujar Isnur. Namun, sekitar pukul 02.30 WIB, Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah setelah mandi. Dokter yang mendampingi dan bertugas di LBH Jakarta membawa Patmi ke RS St. Carolus Salemba. "Menjelang sampai di rumah sakit, dokter mendapatkan Bu Patmi meninggal dunia. Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa Bu Patmi mengalami
sudden death (meninggal mendadak) sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan serangan jantung," kata Isnur. Saat ini, jenazah Patmi sudah dibawa pulang ke kampung halamannya dan akan dimakamkan di desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. Secara terpisah, dokter pendamping petani Kendeng, Alexandra Herlina membenarkan bahwa usai diperiksa Patmi dalam kondisi sehat. Dia menegaskan bahwa Patmi tidak masuk ke dalam tiga peserta aksi yang mengalami gangguan kesehatan. Menurut Herlina, sejak aksi pada Senin (13/3/2017) hingga Senin (20/3/2017), dia selalu memantau kondisi kesehatan para petani, termasuk Patmi. "Riwayat medis memang tidak diketahui. Selama saya mendampingi, Bu Patmi dalam keadaan sehat. Dari hari Kamis hingga meninggal enggak ada keluhan. Bahkan tiap hari memantau pun enggak ada masalah. Kesimpulan meninggalnya sudden death," ujar Herlina saat dihubungi, Selasa. Herlina menjelaskan, peristiwa kematian mendadak yang dialami oleh seseorang umumnya disebabkan oleh serangan jantung. Meski demikian, kata Herlina, setiap orang memiliki risiko kematian mendadak tanpa harus memiliki riwayat penyakit atau gangguan jantung.
"
Sudden death mayoritas memang serangan jantung. Orang yang sehat tidak bebas dari risiko
sudden death, bisa dialami siapa saja," ungkapnya. "Pada saat kita memutuskan pulang Bu Patmi belum tidur, masih sehat, masih bercengkrama. Lalu pada saat buka cor pun enggak ada masalah," kata Herlina. (Kristian Erdianto) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto