KONTAN.CO.ID - MOROWALI/JAKARTA. Kabupaten Morowali bukan hanya salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia. Dari daerah inilah hilirisasi nikel dalam skala besar di tanah air dimulai dengan kehadiran PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Hilirisasi nikel yang dilakukan IMIP ditengarai kebijakan larangan ekspor bijih nikel berdasarkan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid itu memberikan mandat, per Januari 2014 tidak boleh lagi ada ekspor bijih nikel. Dus, kata Alexander Barus, dua perjanjian antara Indonesia-China diteken di Shangri-La Hotel Jakarta.
Pertama, kesepakatan untuk mendirikan PT Indonesia Morowali Industrial Park.
Kedua, pendirian smelter nikel pertama di Indonesia lewat Sulawesi Mining Investment.
"Waktu itu kapasitasnya (Sulawesi Mining Investment-red) 300.000 ton feronikel. Selain itu juga dibangun PLTU 2X65 MW," ujar CEO IMIP itu kepada KONTAN belum lama ini.
Baca Juga: Berkat Baterai EV, Nikel Kadar Rendah Bakal Naik Status dari Paria Jadi Primadona Seiring berjalannya waktu, IMIP yang berlokasi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali terus berkembang dan menampung berbagai perusahaan yang mengolah bijih nikel menjadi berbagai produk turunan, mulai dari
nickel pig iron (NPI), feronikel,
nickel matte hingga
stainless steel. Fasilitas produksi feronikel di dalam kawasan IMIP misalnya, sudah mencapai 44
line. Ini, imbuh Barus, merupakan fasilitas produksi feronikel dalam satu kawasan yang terbesar di dunia. Sebagai korporasi, IMIP pula yang pertama kali membaca dan mewujudkan keinginan pemerintah mengembangkan industri baterai kendaraan listrik atau
electric vehicle (EV). Caranya, dengan mengembangkan klaster komponen baterai EV. Dalam perencanaan IMIP, merujuk situs resminya, ada empat pabrik terkait baterai EV yang dibangun. Yakni, PT Huayue Nickel Cobalt yang memiliki kapasitas produksi 70.000 ton
nickel cobalt (Ni-Co) per tahun. Lalu, PT QMB New Energy Material yang berkapasitas produksi 50.000 ton
nickel sulfide & Ni-Co per tahun. Berikutnya, PT Fajar Metal Industry yang berkapasitas 60.000 ton
nickel sulfide per tahun dan PT Teluk Metal Industry berkapasitas 60.000 ton
nickel sulfide per tahun. Saat ini sudah ada satu pabrik yang beroperasi, yaitu milik Huayue Nickel Cobalt. Sementara tiga pabrik yang lain tengah dalam tahap penyelesaian. "Semua (tiga pabrik lagi-red) sudah siap. Hanya kami belum
install semua mesinnya, " kata Barus.
Di luar itu, di kawasan IMIP juga bakal dibangun pabrik daur ulang baterai EV. Tak bisa dipungkiri, kehadiran IMIP sukses mengubah wajah Bahodopi secara drastis. Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat mengalami perubahan yang signifikan. Bertani dan mencari ikan di laut tak lagi menjadi mata pencaharian utama masyarakat. IMIP juga menjadi pembuka pintu bagi kehadiran fasilitas hilirisasi nikel di sudut-sudut lain Morowali. Termasuk pengolahan nikel sebagai bahan baku baterai EV.
Tak hanya menarik investor, Morowali, khususnya Bahodopi pun menjadi magnet bagi pendatang lokal hingga asing untuk mengadu nasib.
Baca Juga: Saat TKA Asal China di IMIP Morowali Tak Bebas Melenggang Kangkung Dus, lewat Jelajah Ekonomi Hijau, KONTAN mencoba memotret secara langsung geliat pengembangan industri nikel yang terkait baterai EV di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara. Termasuk dampak hilirisasi nikel secara keseluruhan terhadap ekonomi daerah dan masyarakatnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tedy Gumilar