Nikel masih akan tertekan



JAKARTA. Nikel masih dalam tekanan. Pemulihan ekonomi global, terutama ekonomi China, belum langsung direspon pasar dengan penguatan harga logam. Para pelaku pasar juga sedang menunggu pernyataan The Fed mengenai kebijakan stimulus moneter di Amerika Serikat (AS).

Harga nikel untuk pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME), Selasa (17/9), melemah 0,28% menjadi US$ 13.830 per ton. Dalam sebulan, harga nikel telah terpangkas sebesar 7,8%.  

Juni Sutikno, analis Philip Futures Indonesia mengatakan, pelemahan harga nikel sama dengan harga komoditas yang lainnya yang sebagian besar mengalami penurunan. Ketika dollar AS terus menguat karena data ekonomi AS positif, ini membuat harga komoditas tertekan.


Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China yang semakin pulih tidak di respon langsung oleh pasar. Sebab, perbaikan data ekonomi China tidak terlalu signifikan sehingga tidak mampu menjadi katalis untuk mengerakkan komoditas. "Pasar lebih menanti keputusan The Fed dalam rapat FOMC yang akan diketahui pada Kamis dini hari," ujar Juni.

Menurut Juni, tren pelemahan harga nikel masih akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan. Sebab, sentimen positif bagi komoditas masih sangat minim. Dalam jangka pendek, pasar berspekulasi stimulus moneter di AS akan dipangkas. Ini menjadi sentimen yang bakal makin menekan harga komoditas, termasuk nikel.

Secara teknikal pergerakan harga nikel bergerak stabil dari dua pekan lalu. Saat ini harga dari indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif. Indikator relative strength index (RSI) berada di level 39 dengan pergerakan moderat atau sedang mencari arah sambil menunggu sentimen yang bisa menggerakkan harga. Sementara indikator stochastic berada di level 22 cenderung melanjutkan penurunan.

Dalam sepekan moving average (MA) 100 berada di harga 14,341 yang memperlihatkan potensi penguatan. Dalam sepekan ke depan, Juni memprediksi harga nikel akan cenderung melemah di kisaran harga US$ 13.514-US$ 14.341 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini