JAKARTA. Harga nikel berisiko jatuh hingga di bawah level US$ 20.000 per metrik ton. Ekonomi global yang tidak kunjung sehat, memicu kelesuan industri global. Akibatnya, harga nikel tergerus. Nikel merupakan komoditas logam dasar yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku stainless steel. Baja jenis itu menjadi bahan baku, dari berbagai produk, mulai dari peralatan dapur hingga tangki bensin pesawat tempur. Harga nikel pernah terjatuh hingga 24% sepanjang tahun lalu akibat krisis Eropa dan melemahnya permintaan dari China. Pada akhir November 2011, nikel pernah anjlok hingga US$ 16.550 per ton, terendah sejak akhir 2009.
Namun di awal tahun ini, harga nikel menguat 8,7% mengikuti kelompok komoditas yang menguat. Pada perdagangan Rabu (15/2), kontrak pengiriman nikel untuk tiga bulan mendatang, di London Metal Exchange, senilai US$ 20.075 per ton. Harga itu turun hampir 400 poin daripada harga di hari sebelumnya. Sekadar catatan itu adalah harga terendah sejak Januari 2012. "Jika bisa menembus support di US$ 19.800, harga nikel mungkin akan turun lebih rendah lagi ke kisaran US$ 19.000- US$ 19.170 per ton," ujar Dhiren Sarin, Chief Technical Strategist Barclays Asia Pasific, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (15/2). Juni Sutikno, Analis Phillip Futures Indonesia, menilai, pelemahan harga nikel wajar terjadi. Sepekan terakhir, komoditas ini terus meluncur turun. Dari sisi teknikal, stochastic mengindikasikan nikel sudah di area jenuh beli. Bollinger Band juga cenderung merapat. "Dorongan turun masih cukup terbuka meski pergerakan relatif terbatas," jelas Juni. Jika diteropong dari kacamata fundamental, harga nikel dibayangi ketidakpastian penyelesaian krisis Eropa. Prediksi Juni, selama pekan ini, harga nikel akan tertahan di kisaran US$ 19.000-US$ 21.000 per ton.