Nilai Ekspor Produk Nikel Indonesia Melejit 10 Kali Lipat, Ini Faktor Pendorongnya



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Saat ini ekspor nikel Indonesia melejit hingga 10 kali. Hal ini terjadi lantaran pemerintah berhasil memaksa pengusaha untuk memproduksi dan mengekspor produk hilir nikel, diantaranya bahan baku baterai kendaraan listrik yakni nickel matte dan mixed hydroxide precipitate (MHP). 

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Firman Hidayat menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat merupakan hasil dari transformasi ekonomi, salah satunya melalui program hilirisasi nikel. 

“Sudah bertahun-tahun Indonesia selalu mengekspor bijih nikel. Tetapi sekarang sudah berpindah tidak hanya besi dan baja tetapi juga mencoba ekspor material baterai lithium seperti nickle matte dan MHP,” jelasnya dalam acara UOB Gateway to ASEAN Conference 2023 di Jakarta, Rabu (11/10). 


Melalui ekspor salah satu produk hilirisasi nikel tersebut, Firman menyatakan, Indonesia bisa menaikkan nilai ekspor lebih dari 10 kali kurang dari 10 tahun. Sebagai gambaran di 2014 nilai ekspor derivatif nikel hanya mencapai US$ 3 miliar tetapi di tahun lalu mencapai US$ 34 miliar. Adapun angka ini diproyeksikan akan terus tumbuh jika Indonesia dapat memproduksi baterai lithium pada 1-2 tahun ke depan. 

Baca Juga: Diproyeksi Kurang, Pemerintah Perlu Lakukan 5 Hal Ini Penuhi Pasokan Bijih Nikel

Melansir hitung-hitungan Kementerian Perindustrian sebelumnya, nilai tambah yang dihasilkan dari nikel ore hingga produk hilir meningkat berkali-kali lipat jika diproses di dalam negeri atau menghilirkan proses barang mentah. 

Apabila nilai nikel ore mentah dihargai US$ 30/ton, ketika menjadi Nikel Pig Iron (NPI) harganya akan naik 3,3 kali mencapai US$ 90/ton. Sedangkan bila menjadi Ferronikel, akan naik 6,76 kali atau setara US$ 203/ton.

Ketika hilirisasi berlanjut dengan menghasilkan Nikel Matte, maka nilai tambahnya juga akan naik menjadi 43,9 kali atau US$ 3.117/ton. Terlebih, sekarang Indonesia sudah punya smelter yang menjadikan MHP sebagai bahan baku baterai dengan nilai tambah sekitar 120,94 kali (US$ 3.628/ton). 

Berdasarkan data worldstopexport tahun 2022, tercatat pada tahun 2022, nilai ekspor ferronikel mencapai US$ 13,6 miliar, atau meningkat 92% dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2021 yang sebesar US$ 7,08 miliar. Nilai ekspor nikel matte juga melonjak sebesar 300%, dari US$ 0,95 miliar pada tahun 2021 menjadi US$ 3,82 miliar pada tahun 2022. 

Melihat hasil ini, Firman menegaskan, program hilirisasi Indonesia sudah sangat jelas bukan hanya untuk memberikan nilai tambah dan ekspor semata, tetapi juga meningkakan keseimbangan posisi Indonesia di wilayah regional. 

Baca Juga: Hilirisasi Mineral Dipacu, Eksplorasi Hulu Lesu

Program hilirisasi juga menguatkan struktur ekonomi di Indonesia baik di bagian barat hingga timur Indonesia. Investasi asing yang awalnya dominan masuk di pulau Jawa, saat ini investasi tersebut bergeser ke industri di luar Jawa. 

Firman menyampaikan, melalui hilirisasi, kontribusi dari sektor manufaktur ke pendapatan negara meningkat signifikan. Sebagai contoh, sebelum program ini berjalan yakni pada 2010, industri Morowali hanya berkontribusi kurang dari 10%, namun di tahun lalu kontribusinya sudah mencapai 73%. 

“Hal yang sama juga terjadi di Halamhera, hilirisasi yang dimulai pada 2019 saat ini industri manufakturnya sudah mencapai 61% dibandingkan 2010 yang hanya 3%,” jelasnya.

Berdasarkan data Kemenperin per Agustus 2023, terdapat 34 smelter yang sudah beroperasi dan 17 smelter yang sedang dalam kontruksi. Investasi yang telah tertanam di Indonesia sebesar US$ 11 miliar atau sekitar Rp 165 triliun untuk smelter Pyrometalurgi, serta sebesar US$ 2,8 Miliar atau mendekati Rp 40 Triliun untuk tiga smelter Hydrometalurgi yang akan memproduksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .