KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai transaksi aset kripto di Indonesia sepanjang tahun 2022 berjalan lebih rendah dibanding tahun 2021. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan mencatat, nilai transaksi aset kripto baru mencapai Rp 226 triliun per September 2022. Realisasi tersebut jauh di bawah total nilai transaksi aset kripto sepanjang tahun 2021 yang sebesar Rp 859,4 triliun. Dengan kata lain, secara year to date sampai dengan September 2022, nilai transaksi aset kripto telah merosot lebih dari 70%. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappepti Tirta Karma Senjaya mengatakan, kenaikan jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia pada tahun 2022 juga tidak sebanyak 2021. Per September 2022, jumlah pelanggan yang terdaftar di platform perdagangan aset kripto alias trading crypto (exchange crypto) di Indonesia adalah sebanyak 16,3 juta pelanggan. Jumlah ini hanya naik sekitar 200 ribu pelanggan dari Agustus 2022 yang sebanyak 16,1 juta pelanggan.
"Padahal, pada tahun 2021, jumlah pelanggan bisa naik 400 ribu-700 ribu per bulan, sedangkan saat ini hanya 200 ribu-300 ribu pelanggan per bulan. Nilai transaksi sebelumnya juga dapat mencapai Rp 2,3 triliun-Rp 2,5 triliun per hari, tetapi saat ini di bawah Rp 1 triliun per hari," kata Tirta saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (2/11). Baca Juga: Regulasi Aset Kripto Bakal Diatur OJK dan BI di RUU P2SK, Ini Tanggapan Bappebti Tirta menjelaskan, penurunan nilai transaksi ini disebabkan oleh pasar aset kripto yang memang sedang bearish, terutama mother coin seperti Bitcoin yang mengalami masa penurunan dalam siklus empat tahunan. Sebagai pengingat, harga aset kripto mencapai puncaknya pada awal tahun 2021 sehingga tahun 2022 merupakan posisi terendahnya dalam siklus empat tahunan. Untuk ke depannya, dengan berpatokan pada siklus empat tahunan tersebut, Tirta memprediksi harga aset kripto akan mulai bangkit pada tahun 2023. Oleh sebab itu, Bappepti akan menyiapkan ekosistem pasar yang lebih kuat lagi. Pihaknya akan mendorong para exchange crypto untuk mempunyai sistem International Standardization Organization (ISO) dan lain sebagainya, memastikan adanya manajemen yang merupakan warga negara Indonesia (WNI), serta memperbaiki platform exchange crypto yang dikelola. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keamanan dalam penyelenggaraan perdagangan aset kripto ketika ketertarikan investor pada aset kripto kembali meningkat. Terlebih lagi, menurutnya, ada exchange crypto besar dari luar negeri yang berencana masuk ke pasar Indonesia. Ketua Asosiasi Perdagangan Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Hermanda menambahkan, penurunan nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada tahun 2022 terjadi karena ada pelanggan yang lebih memilih melakukan transaksi di exchange crypto luar negeri dengan nilai yang jauh di atas rata-rata. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh mekanisme penerapan pajak di Indonesia terhadap aset kripto yang belum jelas. Baca Juga: Bappebti Sebut Transisi Regulasi Aset Kripto ke BI dan OJK Butuh Waktu 5 tahun