KONTAN.CO.ID - Euro jatuh 1% menjadi $1.0469 pada Senin (2 Desember 2024), mencatat penurunan harian terbesarnya selama beberapa terakhir. Analis mencatat sentimen politik yang buruk di Prancis dan data ekonomi AS yang kuat sebagai faktor utama di balik penurunan euro. Presiden Partai Nasional Prancis (RN), Jordan Bardella, menyatakan bahwa partainya kemungkinan akan mendukung mosi tidak percaya dalam beberapa hari mendatang kecuali ada "keajaiban terakhir".
Baca Juga: Bank Sentral Singapura Jatuhkan Denda ke JPMorgan Sebesar US$ 1,8 Juta Pemimpin RN lainnya, Marine Le Pen, telah memberi batas waktu hingga Senin kepada Perdana Menteri Michel Barnier untuk memenuhi tuntutan anggaran partainya. Perbedaan imbal hasil obligasi pemerintah Prancis dan Jerman, yang merupakan indikator premi yang diminta investor untuk memegang utang Prancis, melonjak 7,6 basis poin menjadi 87,3 bps. Lonjakan ini terjadi setelah mencapai 90 bps minggu lalu, level tertinggi sejak krisis utang negara di zona euro pada tahun 2012.
Baca Juga: Jepang Hoki, Temukan 230.000.000 Ton Mineral Langka Bernilai Miliaran Dolar AS Di sisi lain, dolar AS diperkuat oleh data ekonomi AS yang positif. Aktivitas manufaktur AS meningkat pada bulan November, pesanan meningkat untuk pertama kalinya dalam delapan bulan, dan pabrik menghadapi harga input yang jauh lebih rendah. Walaupun demikian, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller menyatakan bahwa kebijakan moneter tetap ketat dan ia cenderung untuk memangkas suku bunga pada pertemuan 17-18 Desember.
Baca Juga: Keluarga Ini Kaget! Biaya Ganti Baterai Mobil Listrik Lebih Mahal dari Harga Mobilnya Ia menekankan bahwa pemotongan lebih lanjut pada bulan ini tidak akan secara dramatis mengubah sikap kebijakan moneter dan akan memberikan ruang yang cukup untuk memperlambat kecepatan pemotongan suku bunga di kemudian hari, jika diperlukan.** Komentar Waller ini meningkatkan peluang pemotongan suku bunga 25 basis poin menjadi 79% pada bulan ini, dibandingkan dengan 66% pada akhir pekan. Selain itu, Donald Trump, Presiden terpilih Amerika Serikat, telah menunjukkan perubahan sikap dari dukungannya untuk dolar yang lemah dengan menuntut negara-negara BRICS untuk tidak menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang lain. Pergerakan dolar AS ini mencerminkan kekhawatiran global tentang potensi krisis ekonomi dan geopolitik.
Baca Juga: Perdebatan Ayam atau Telur, Mana yang Lebih Dulu? Akhirnya Terpecahkan Pergerakan mata uang lainnya, seperti yen dan dolar Kanada, juga dipengaruhi oleh sentimen pasar dan data ekonomi.
Editor: Hasbi Maulana