Nilai tukar rupiah jadi tantangan APBN tahun ini



JAKARTA. Meski anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) premium telah dihapus pemerintah, bukan berarti meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Persoalan nilai tukar rupiah yang loyo dan harga minyak dunia yang anjlok menjadi tantangan berat.

Pemerintah berencana mematok nilai tukar rupiah pada level Rp 12.200 per dollar Amerika Serikat (AS) dalam asumsi makro Rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015. Padahal, memasuki beberapa hari 2015 ini rupiah terus bergerak meninggalkan level Rp 12.200.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), posisi rupiah pada Rabu kemarin (7/1) berada pada level Rp 12.732 per dollar Amerika Serikat (AS) setelah sebelumnya bertengger pada level Rp 12.658. Fluktuasi nilai tukar rupiah ini akan berdampak pada semua sisi APBN baik pendapatan, belanja ataupun pembiayaan anggaran.


Pada sisi pendapatan, fluktuasi rupiah akan mempengaruhi penerimaan yang terkait dengan aktivitas perdagangan internasional seperti pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor, pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM impor, bea masuk, dan bea keluar. Selain itu, perubahan nilai tukar rupiah juga akan berdampak pada penerimaan PPh migas dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas.

Ambil contoh, PBNP migas pada tahun 2014 realisasinya mencapai Rp 390,7 triliun atau 101% dari target APBN-P 2014 yang sebesar Rp 386,9 triliun. PBNP migas yang targetnya Rp 211,7 triliun, realisasinya mencapai Rp 216,9 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, penyebab PNBP migas naik meskipun harga minyak dunia turun adalah karena depresiasi rupiah. Rata-rata rupiah sepanjang tahun 2014 sebesar Rp 11.878, lebih lemah dari pagu Rp 11.600.

Sementara itu, dari sisi belanja negara perubahan nilai tukar akan berpengaruh terhadap pembayaran bunga utang, subsidi BBM dan listrik. Pembiayaan pun akan berfluktuasi karena berpengaruh pada pinjaman luar negeri dan cicilan pokok utang luar negeri.

Meskipun tanda-tanda rupiah akan melenceng dari Rp 12.200, ia mengakui pemerintah belum akan mengubah pagu rupiah. "Sementara kita masih pakai itu dulu (Rp 12.200). Nanti mungkin di pembahasan kita lihat," ujar Bambang, Rabu (7/1).

Rupiah yang mengalami pelemahan pada akhir-akhir ini diakibatkan pengaruh  eksternal yaitu kejadian di Eropa dan menurunnya harga minyak dunia. Penurunan harga minyak dunia pasti berimbas ke Indonesia. Pasalnya, sebagian besar ekspor Indonesia tergantung dari komoditas mentah.

Apabila harga minyak turun maka harga komoditas turun dan ekonomi Indonesia akan terimbas. Meskipun dalam hal ini, pemerintah telah membuat kebijakan struktural BBM yaitu menghapuskan subsidi premium.

Selain rupiah, yang berbahaya dan patut diwaspadai adalah harga minyak. Asumsi ICP dalam RAPBN-P 2015 diperkirakan akan berada pada level US$ 60-US$ 70 per barel dari sebelumnya US$ 105 per barel.

Penurunan ICP ini di satu sisi bagus bagi anggaran subsidi, namun di sisi lain berdampak buruk bagi penerimaan. Bambang bilang, penurunan harga minyak membuat penerimaan PNBP migas turun drastis hingga Rp 100 triliun.

Dalam APBN 2015, target PNBP migas adalah Rp 224,3 triliun. Kalau anjlok Rp 100 triliun, berarti target PNBP migas tahun ini hanya Rp 124,3 triliun. Cara yang dilakukan pemerintah untuk menutupi anjloknya PNBP migas adalah dari pajak. "Makanya target penerimaan pajak 2015 akan sangat berat," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto