KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali melemah dalam beberapa hari terakhir ke atas Rp 15.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, pada Senin (6/3), rupiah masih ditutup di Rp 15.295 per dolar AS. Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, perkembangan akhir-akhir ini, terutama dari AS memang sangat berdampak negatif bagi rupiah. Ekspektasi terhadap bank sentral AS The Fed yang akan kembali menaikkan suku bunganya secara agresif memberi tekanan terhadap rupiah. Ke depannya, Lukman melihat dolar AS masih akan terus menguat. "Hal ini didukung oleh kebijakan suku bunga yang tinggi dari The Fed dan permintaan safe haven dari investor di tengah perlambatan ekonomi global yang akan mulai dirasakan pada kuartal ketiga 2023," ucap Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (9/3).
Baca Juga: Dana Asing di Pasar SBN Berkurang, Kebijakan Moneter AS Jadi Alasan Utama Selain itu, sentimen negatif bagi rupiah juga berasal dari menurunnya harga komoditas dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China pada tahun ini yang ditetapkan di 5%, relatif lebih rendah dari harapan pasar. Kebijakan suku bunga Bank Indonesia yang telah atau hampir mencapai puncaknya juga menjadi perhatian investor. Di sisi lain, rupiah masih berpotensi menguat apabila penetapan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2019 tentang devisa hasil ekspor segera diberlakukan. Hal ini diyakini akan dapat meningkatkan cadangan devisa secara signifikan. Surplus neraca perdagangan yang kuat dan inflasi yang mulai mereda juga akan menjadi sentimen pendukung rupiah. Ke depannya, Bank Indonesia juga masih perlu melakukan pengetatan dan menjaga kestabilan harga serta mata uang.