KONTAN.CO.ID - JEMBER. Tren suku bunga yang terus naik pasca Bank Indonesia (BI) menaikkan bunga acuannya membuat margin bunga bersih alias
net interest margin (NIM) perbankan sedikit tergerus. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam statistik perbankan Indonesia (SPI) per Juni 2018 mencatat, posisi NIM perbankan ada di level 5,11%. Kendati masih cukup tinggi, posisi ini menurun dari capaian pada Juni 2017 yang sebesar 5,35%. Bila dirinci, penurunan NIM ini utamanya lantaran pendapatan bunga bersih atau
net interest income (NII) bank secara industri hanya tumbuh 3,88% secara tahunan atau
year on year (yoy) menjadi Rp 350,33 triliun pada Juni 2018.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, penurunan NIM tersebut terbilang wajar lantaran perbankan tengah melakukan penyesuaian terhadap kenaikan suku bunga. Meski terlihat menyusut dibandingkan posisi paruh pertama tahun 2017 lalu, Wimboh menilai bank punya cara tersendiri untuk mengantisipasi hal tersebut diantaranya dengan menjaga efisiensi. "Kebijakan kami (OJK) itu yang didorong peningkatan efisiensinya, terlepas suku bunga naik. Bank tetap bisa memberikan ruang bagi nasabah agar tidak memberatkan," ujarnya saat ditemui di kantor Bupati Bondowoso, Jember, Senin (27/8). Lebih lanjut, Wimboh menjelaskan walaupun tren suku bunga terus meningkat tidak akan menjadi masalah bila industri perbankan dapat efisien mengelola keuangannya. Disamping itu, pemanfaatan teknologi juga bisa menjadi salah satu langkah agar lebih efektif. Dus, OJK berharap NIM tetap dapat dijaga di level yang stabil. "NIM itu implikasi, bukan untuk ditarget. Kalau tergerus wajar, berarti bank harus meningkatkan efisiensinya," imbuhnya. Di sisi lain, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengatakan tekanan terhadap NIM akibat kenaikan suku bunga masih menjadi tantangan bagi perbankan sampai akhir tahun. Kenaikan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) sampai semester I-2018 saja menurut Anggoro Eko Cahyo, Direktur Keuangan BNI telah menekan NIM industri perbankan sebesar 40 basis poin (bps) secara
year to date (ytd). Sementara untuk BNI, dalam kurun waktu enam bulan terakhir NIM pada paruh pertama sudah tergerus sebanyak 10 bps ytd. "NIM BNI turun 10 bps ytd, masih lebih kecil dibandingkan industri dan
peers. Hal ini sebagai hasil dari upaya pengelolaan biaya dana yang turun 20 bps ytd melalui peningkatan dana murah," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (27/8). Sampai akhir tahun 2018 bank berlogo 46 ini berambisi untuk menjaga stabil NIM di level 5,4%. Anggoro menambahkan, tren tekanan NIM perbankan ini diyakini masih akan terus terjadi sampai dengan akhir tahun 2018. Sehingga untuk menjaga profitabilitas, BNI terus melakukan pengelolaan dana dengan fokus pada pendanaan berbiaya murah, menjaga kualitas aset pinjaman, mendorong peningkatan pendapatan
fee based income dan upaya efisiensi beban operasional.
Sebagai gambaran, per Juni 2018 lalu BNI mencatatkan NIM sebesar 5,4%, menurun dibandingkan posisi setahun sebelumnya 5,6%. Meski menyusut, tingkat pendapatan bunga BNI masih mengalami pertumbuhan sebesar 13% yoy pada paruh pertama menjadi Rp 26,15 triliun. Lebih tinggi dibandingkan beban bunga yang naik 12,4% yoy menjadi Rp 8,7 triliun. Catatan saja, dalam SPI OJK menunjukkan bila dirinci per kategori kelompok usahanya, BUKU I hingga BUKU IV mencatatkan penurunan NIM. Antara lain, BUKU I mencatatkan NIM 5,57% pada Juni 2018 turun dari 5,68% pada Juni 2017. BUKU II juga mencatatkan penurunan dari 5,04% per Juni 2017 menjadi 4,87%. Sementara BUKU III dan BUKU IV masing-masing membukukan NIM di level 4,17% dan 5,81% turun dari posisi setahun sebelumnya 4,41% dan 6,07%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi