JAKARTA. Upaya PT Uzin Utz untuk menagih utang-utang PT Nindya Karya rupanya tidak berjalan lancar. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Uzin Utz dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. "Permohonan mengandung cacat formil. Tidak dapat diterima," ujar ketua Majelis Hakim Arif Waluyo (19/8). Menurut majelis hakim, surat kuasa dari Uzin Utz yang diberikan kepada Wibowo & Partners untuk bertindak sebagai kuasa hukumnya tidak ada. Surat yang dimaksud adalah Surat Kuasa Khusus No: 09/K/2013. Sementara yang ada di tangan majelis hakim adalah surat kuasa no 08 dan 10. Surat kuasa no 10 sendiri merupakan surat yang diberikan Hutama Hadi Surya kepada para pengacara di kantor hukum Wibowo & Partners untuk menjadi kuasa hukum PT Saripari Pertiwi Abadi.
Dengan demikian Hakim menyatakan Wibowo & partners tidak punya wewenang untuk mewakili Uzin Utz. Oleh karena itu, permohonan PKPU yang diajukan Uzin Utz mengandung cacat formil sehingga menjadi kabur. Jemi Ronald Vito selaku kuasa hukum Nindya Karya masih enggan berkomentar. "Ini kan masih di administrasi, jadi no comment dulu," ujarnya. Sementara kuasa hukum Uzin Utz, Ivan Wibowo mengaku kaget. Menurutnya, ia sendiri yang menyerahkan surat kuasa asli kepada majelis hakim. "Aneh kalau saya nggak punya kuasa tapi diizinkan bersidang. Seharusnya itu profesionalisme hakim untuk melakukan pemeriksaan," ungkapnya. Sebelumnya PT Nindya Karya (Persero) diminta menyelesaikan utang-utangnya lewat Permohonan PKPU yang dilayangkan PT Uzin Utz. Nindya Karya mempunyai tagihan utang senilai Rp 327,734 juta. Utang ini terkait dengan pembelian material bangunan untuk pengerjaan proyek Aston Mangga Dua Hotel & Residence tahun 2008 silam. Uzin Utz yang merupakan perseroan terbatas di bidang perindustrian dan perdagangan produk semen dan cat mendapat order pembelian material bahan bangunan dari Nindya Karya. Uzin Utz kemudian menerbitkan invoice berdasarkan order pembelian yang diminta Nidya Karya. Pembayaran seharusnya dilakukan satu bulan setelah Nindya Karya menerima invoice. Tanda terima kwitansi terakhir yang merupakan tanggal dimana Nindya Karya telah menerima invoice adalah 21 Agustus 2008. Berarti, sebulan setelah itu seharusnya Nidya melakukan pembayaran terhadap Uzin Utz. Namun, setelah 5 tahun Nindya tak juga membayar utangnya. Oleh karena itu Uzin Utz melayangkan permohonan PKPU karena memperkirakan Nindya tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Permohonan PKPU sendiri menurut Ivan sudah sesuai dengan Undang-Undang, baik UU BUMN mapun UU Kepailitan. Meski BUMN, Nindya Karya merupakan Perusahaan Perseroan yang tidak bergerak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu, permohonan PKPU tidak harus diajukan oleh Menteri Keuangan melainkan oleh krediturnya langsung.
Berdasarkan surat konfirmasi utang tanggal 30 Juni 2013 dan 10 Juli 2013, Nidya Karya juga telah mengakui utang senilai Rp 327,734 juta kepada Uzin Utz. Untuk melancarkan gugatannya, Uzin Utz menyertakan kreditur lain yaitu PT uzindo dengan total tagihan Rp 39,11 juta. Uzin Utz juga meminta majelis untuk menunjuk dan mengangkat hakim pengawar serta empat orang pengurus dalam perkara ini, yaitu Jamaslin Purba, Jandri Siadari, Nasrul Sudarmono Nadeak, dan Rudi Setiawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto