KONTAN.CO.ID - TOKYO. Saham Nissan Motor merosot hingga 10% di perdagangan Tokyo pada Jumat (8/11). Sehari setelah perusahaan otomotif Jepang tersebut mengumumkan rencana untuk memangkas 9.000 karyawan dan mengurangi kapasitas produksi sebesar 20% akibat lemahnya penjualan di pasar China dan Amerika Serikat (AS). Harga saham ini mencatatkan penurunan harian terbesar sejak Agustus lalu dan terakhir diperdagangkan turun 6,5% pada 383,5 yen, sedikit di atas posisi terendah dalam empat tahun terakhir.
Baca Juga: Perusahaan di Asia Bersiap Hadapi Perubahan Kebijakan Bisnis Trump Sebagai produsen mobil terbesar ketiga di Jepang, Nissan pada Kamis (7/11) lalu juga menurunkan proyeksi laba operasional tahunannya sebesar 70% dan bahkan mencabut perkiraan laba bersihnya karena restrukturisasi yang diperkirakan akan memangkas biaya hingga 400 miliar yen (sekitar $2,61 miliar) untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret mendatang. Seperti banyak produsen mobil global lainnya, Nissan menghadapi tantangan berat di China di mana perusahaan domestik seperti BYD meraih pangsa pasar dengan kendaraan listrik (EV) yang terjangkau serta hibrida bensin-listrik yang dilengkapi dengan perangkat lunak canggih. Di AS, Nissan juga menghadapi kesulitan karena ketiadaan varian hybrid di saat permintaan untuk kendaraan jenis ini tengah melonjak.
Baca Juga: Nissan dan Mitsubishi Bentuk Joint Venture Layanan Mobil Otonom dan Baterai EV CEO Nissan Makoto Uchida menyatakan bahwa pihaknya tidak mengantisipasi lonjakan popularitas kendaraan hybrid di AS dan bahwa permintaan untuk model andalan mereka yang telah diperbarui tidak sekuat yang diharapkan. Restrukturisasi yang dilakukan Nissan ini merupakan upaya terbaru dalam rangka membangkitkan bisnis mereka, yang tidak sepenuhnya pulih sejak mantan Ketua Carlos Ghosn tersingkir pada 2018 dan hubungan dengan mitra aliansinya, Renault, berkurang. Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Yoji Muto menolak memberikan komentar kepada wartawan mengenai kemungkinan dukungan pemerintah terhadap Nissan.
Baca Juga: BYD Gemparkan Jepang! Bagaimana Memproduksi Mobil Listrik dengan Biaya Serendah Itu? Analis dari Tokai Tokyo Intelligence Laboratory, Seiji Sugiura menilai, sebagian besar masalah hybrid Nissan di AS disebabkan oleh manajemen yang hanya berfokus pada penjualan model EV baru dan model konvensional berbahan bakar bensin.
"Perusahaan telah merilis rencana jangka menengahnya musim semi ini, namun pada akhirnya rencana itu tidak memiliki arti apa-apa. Saya rasa pemahaman mereka terhadap situasi ini benar-benar keliru," kata Sugiura. Dalam rencana jangka menengah yang diumumkan Nissan pada Maret lalu, perusahaan berencana meluncurkan 30 model baru dalam tiga tahun ke depan.
Baca Juga: Nissan Resmi Jual Serena e-Power di Indonesia, Simak Harga dan Spesifikasinya Selanjutnya, meningkatkan penjualan global sebesar 1 juta unit, mencapai margin laba operasi di atas 6% pada akhir tahun fiskal 2027, dan memberikan total pengembalian bagi pemegang saham lebih dari 30%.
Editor: Yudho Winarto