NPI surplus besar karena FDI naik pesat



KONTAN.CO.ID - Bank Indonesia merevisi proyeksi surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) atau Balance of Payment menjadi sebesar US$ 11 miliar. Angka itu lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang sebesar US$ 9 miliar.

Surplus itu disebabkan karena transaksi modal dan finansial yang juga mencatat surplus besar, sehingga mampu menutup defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) tahun ini yang diperkirakan berada di kisaran 1,5%-2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, surplus transaksi modal dan finansial tersebut disumbang oleh angka investasi asing langsung (Foreign Direct Investment atau FDI) yang besar.


"Angka FDI naik pesat terutama terkait beberapa investasi oleh asing pada perusahaan e-commerce domestik. Seperti Alibaba investasi di Tokopedia dan lainnya," kata Dody kepada KONTAN, Kamis (28/9).

Dody melanjutkan, data di Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) sejauh ini menunjukkan, penanaman modal asing (PMA) meningkat, baik pengajuan maupun realisasinya. "Hanya yang signifikan adalah terkait penempatan modal asing di perusahaan digital lokal," tambahnya.

Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi PMA di kuartal pertama tahun ini sebesar Rp 97 triliun, naik tipis 0,94% year on year (YoY). Sementara di kuartal kedua 2017, realisasi PMA tercatat 109,9 triliun, tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 10,6% YoY.

Sementara itu, investasi melalui portofolio terbatas. Pihaknya mencatat arus modal asing yang masuk (capital inflow) Januari hingga September 2017 mencapai US$ 11 miliar atau setara dengan Rp 146,41 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 151 triliun.

Dody bilang, sejalan dengan kinerja NPI tahun ini, nilai tukar rupiah hingga akhir tahun diperkirakan tetap stabil dalam level yang kompetitif menjaga daya saing ekonomi.

Namun, masih ada risiko yang mempengaruhi kurs rupiah, yaitu pengurangan neraca The Fed yang diperkirakan dimulai Oktober mendatang dan kenaikan suku bunga The Fed Desember mendatang. "Hal itu dapat menekan rupiah tetapi diperkirakan tidak mengganggu stabilitas rupiah," kata dia.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara sebelumnya memproyeksi posisi rupiah di akhir 2017 sebesar Rp 13.420 per dollar Amerika Serikat (AS) dan di akhir 2018 sebesar Rp 13.550 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto