KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Sulselbar menunjukkan kinerja yang positif yaitu pertumbuhan
Non Performing Loan (NPL) berada pada posisi kedua terendah diantara 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD) Se-Indonesia dengan persentase sebesar 1,2%. Dirut Bank Sulselbar Andi Muhammad Rahmat bilang NPL atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi suatu bank. “Pencapaian positif persentase NPL tersebut merupakan kebanggaan tersendiri bagi kami dengan bisa berada pada posisi kedua diantara 26 Bank Pembangunan Daerah yang ada di Indonesia,” ujar dia.
Dia mengakui NPL Bank Sulselbar memang mengalami peningkatan hingga 100 persen dari 0,6% menjadi 1,2%.
Baca Juga: Adira Finance rilis obligasi Rp 1,19 triliun, ini tujuan penggunaanya Namun, Bank Sulselbar masih berada dalam batas wajar atau dibawah ambang batas yang ditetapkan dalam regulator (POJK No.15/POJK.03/2017 tgl 04 April 2017 tentang Penetapan Status & Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum) yaitu rasio persentase NPL maksimal 5%. Andi Rahmat menjelaskan peningkatan NPL tersebut dipengaruhi, karena adanya dua debitur yang mengalami penurunan performa bisnis, yaitu RS Islam Faisal dan keterlambatan pembayaran angsuran kredit pengusaha ekspor telur ikan terbang dan komoditas lainnya. Keterlambatan RS Islam Faisal disebabkan penundaan pembayaran dari BPJS Kesehatan. “Kedua debitur tersebut terhadap berkontribusi terhadap kenaikan 100% NPL Bank Sulselbar yaitu total sebesar 57,88%, atau lebih dari setengah kali kenaikan NPL dengan perincian
oustanding RSI Faisal per Agustus 2019 sebesar Rp 42,891 miliar," jelasnya. "Sedangkan,
oustanding kredit yang bermasalah adalah sebesar Rp 23,689 miliar dan memberikan persentase kontribusi kenaikan NPL sebesar 11,53 persen. Sementara, total
oustanding ekspor telur ikan terbang secara total per Agustus 2019 sebesar Rp 95,238 miliar dengan persentase kontribusi kenaikan NPL sebesar 46,36%,” lanjut dia. Kecukupan permodalan Bank Sulselbar masih memadai untuk men-
cover risiko kredit macet tersebut karena masih tergolong rendah dimana total modal inti Bank kurang lebih sebesar Rp 2,7 triliun dibandingkan dengan total NPL sebesar Rp 205 miliar hanya sebesar 7,59%.
Baca Juga: Bank DKI wujudkan layanan digital di Pulau Seribu Sehingga, kenaikan NPL tersebut tidak berpengaruh/berdampak signifikan bagi bisnis bank dan pihaknya juga sudah mengatisipasi serta meng-
cover risiko tersebut. Untuk debitur ekspor telur ikan terbang, Bank Sulselbar telah melakukan langkah dan upaya perbaikan seperti melakukan pengajuan klaim penjaminan untuk pelunasan kredit tersebut kepada pihak penjamin (Jamkrida) yang sementara dalam tahap negosiasi termasuk upaya penyelamatan kredit berupa restrukturisasi yaitu penjadwalan ulang jangka waktu dan angsuran kredit yang disesuaikan dengan kemampuan debitur sehingga kredit tersebut kembali lancar. “Sementara untuk pihak RSI Faisal telah dilakukan negosiasi dan upaya penagihan untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Pihak BPJS Kesehatan agar tidak terdapat keterlambatan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan termasuk pula upaya restrukturisasi kredit. Harapan kami sekiranya melalui upaya tersebut maka kredit bermasalah Bank Sulselbar bisa menurun dan berdampak terhadap penurunan persentase NPL,” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi