NPL manufaktur & perdagangan perbankan naik



JAKARTA. Para bankir belum bisa bernapas lega. Pasalnya, risiko kredit seperti rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) masih akan menghantui perbankan dalam menyalurkan kredit.

Kali ini, potensi kredit macet mulai merembet ke sektor kredit perdagangan dan manufaktur. Tahun lalu, rasio kredit bermasalah naik pada kredit sektor komoditas dan agribisnis.

Doddy Arifianto, Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mengatakan, ada beberapa kendala pemicu kenaikan NPL ke segmen kredit perdagangan dan manufaktur.


Pemicu kredit bermasalah kali ini adalah perlambatan siklus modal kerja atau working capital cycle, bunga kredit yang tinggi, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas yang terus menurun. Doddy mengatakan, hasil penelitian terhadap 153 perusahaan non finansial tercatat, perusahaan-perusahaan ini mengalami perlambatan siklus modal kerja menjadi 65 hari dari sebelumnya 55 hari.

Siklus modal kerja adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah aktiva lancar bersih dan kewajiban lancar menjadi kas. Misalnya, kegiatan perdagangan sangat berpengaruh terhadap siklus modal kerja ini.

Perusahaan perdagangan yang mengalami kredit bermasalah pada bank bisa jadi karena perlambatan siklus modal kerja. Karena semakin lama siklus, semakin lama pergerakan bisnis.

Ujungnya, perusahaan tidak memperoleh pendapatan penjualan yang bisa dibukukan. Padahal, perusahaan masih terbebani utang.

Penyebab lain adalah bunga kredit yang tinggi. Tingginya bunga kredit ini menyebabkan biaya perusahaan semakin membengkak. Sementara, pendapatan bisnis belum berbuah manis akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi baik domestik maupun secara global. "Masih ada tekanan NPL pada tahun ini, tapi tidak sebesar tahun 2014 yang kenaikan NPL tercatat tinggi," kata Doddy, Rabu (11/4).

Berdasarkan data Bank Indonesia, rasio kredit bermasalah untuk segmen manufaktur atau industri pengolahan naik menjadi 2,12% per November 2014 dari posisi 1,73% per November tahun sebelumnya. Dari sisi nilai, kredit bermasalah segmen manufaktur ini naik 40% menjadi Rp 13,56 triliun per November 2014, dari posisi Rp 9,63 triliun pada tahun sebelumnya.

Kenaikan ini juga menimpa segmen perdagangan besar dan eceran. Rasio kredit bermasalah segmen ini naik menjadi 3,27% per November 2014, dari posisi 2,63% per November tahun sebelumnya.

Secara nominal, kredit bermasalah segmen perdagangan besar dan eceran naik 40% menjadi Rp 23,27 triliun per November 2014 dari posisi Rp 16,55 triliun per November tahun sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan