KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan mesti mulai mewaspadai ancaman kredit macet. Per Agustus 2019 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terjadi peningkatan rasio
non performing loan (NPL)
gross dari Juli 2019 sebesar 2,55% menjadi 2,60% pada Agustus 2019. Kasus kredit macet misalnya yang terjadi pada Duniatex Group, maupun sejumlah korporasi yang punya tagihan utang menggunung macam PT Krakatau Steel Tbk (
KRAS) jadi indikasinya. Kasus Duniatex Group bahkan kini telah masuk ranah hukum. Perusahaan tekstil yang berbasis di Jawa Tengah ini tercatat punya utang senilai Rp 18,61 triliun yang berasal dari 24 pinjaman bilateral dari bank, tiga utang sindikasi, dan satu utang obligasi.
Baca Juga: Pemain multifinance belum berniat terbitkan surat berharga komersil Lembaga keuangan pelat merah beserta entitas anaknya jadi pihak yang terancam. Utang Dunaitex Group tercatat mencapai Rp 7,05 triliun kepada tujuh lembaga keuangan pelat merah. Sementara Krakatau Steel yang Senin (30/9) kemarin baru saja menandatangai perjanjian restrukturisasi utang kepada para krediturnya hingga Juni 2019 tercatat punya utang secara konsolidasian senilai US$ 2,07 miliar. Dari nilai tersebut lembaga keuangan pelat merah juga jadi pihak dengan paparan kredit yang paling besar senilai US$ 1,33 miliar. Direktur Bisnis Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI, anggota indeks
Kompas100) Putrama Wahju Setyawan menyatakan, meskipun punya eksposur kredit besar ke sejumlah perusahaan tadi, ia bilang selama ini perseroan selalu melakukan mitigasi yang baik sebelum menyalurkan kredit. “Penyaluran kredit tetap dilakukan dengan asas
good corporate government (GCG). Saat ini NPL kami di segmen korporasi pun masih terbilang rendah, masih di bawah 2%,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (1/10). Di Duniatex Group, bank berlogo angka 46 ini tercatat punya eksposur senilai Rp 459 miliar yang berasal dari pinjaman bilateral senilai Rp 158 miliar, dan pinjaman sindikasi senilai Rp 301 miliar. Saat ini status kredit Duniatex Group di BNI pun telah masuk ke level kolektibilitas 2 alias
special mention loan. Sedangkan di Krakatau Steel, BNI punya eksposur kredit total senilai US$ 380,12 juta. Nilai tersebut berasal dari pinjaman bilateral senilai US$ 253,11 juta, dan dua utang sindikasi masing-masing US$ 52,01 juta, dan US4 75,00 juta.
Baca Juga: Astra Life luncurkan Flexi Critical Illness di kanal digital ilovelife.co.id Sementara Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA, anggota indeks
Kompas100) Jahja Setiadmadja menyatakan pihaknya sejak awal sudah melakukan seleksi yang ketat untuk menggelontorkan kredit ke segmen korporasi. Bank swasta terbesar ini bebas dari potensi kredit macet Duniatex lantaran tak punya eksposur kredit. Sementara kepada Krakatau Steel, Jahja mengaku eksposur kredit yang diberikan perseroan nilainya tak besar. “Kami tidak kena kasus Duniaetex, sedangkan di Krakatau Steel kredit kami cuma sedikit dibandingkan bank lain. Saat ini NPL segmen korporasi BCA pun terhitung membaik dari 1,43% pada Semester 1-2018 menjadi 1,39% pada Semester 1-2019,” papar Jahja.
Editor: Tendi Mahadi