JAKARTA. Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta (Bank DKI) mencatat debitur lama menyumbang mayoritas rasio kredit bermasalah (NPL). Beberapa debitur ini mayoritas berasal dari KPR rumah seken dan sektor korporasi komersial. Sampai Juni 2017, NPL gross Bank DKI cukup tinggi yaitu sebesar 4,89%. Untuk menurunkan kredit macet bank akan terus melakukan restrukturisasi, hapus kredit dan penagihan. “Kami intensif melakukan penagihan, supaya kredit yang diberikan tidak membenani NPL,” ujar Kresno Sediarsi, Direktur Utama Bank DKI, Selasa (18/7). Dengan terus intensif melakukan penagihan diharapkan NPL bisa mengalami penurunan di bawah 4% sampai akhir 2017. Selama ini Kresno mengakui manajemen risiko penyaluran kredit ini masih belum optimal. Hal ini karena kredit macet ini mayortas berasal dari warisan manajemen sebelumnya. Pada saat itu, kredit yang diterima debitur kadang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. “Misalnya, jaminan KPR, tapi penggunaan dan sumber pembayarannya tidak jelas,” nujar Kresno. Ke depan Bank DKI akan terus meningkatkan manajemen risiko penyaluran kredit. Hal ini salah satunya dengan memastikan pengembalian dan sumber penghasilan dari debitur. Saat ini menurut Kresno, penyumbang NPL terbesar masih dari NPL rumah bekas dengan kredit macet sebesar Rp 400 miliar. Dari jumlah ini sebesar Rp 300 miliar sudah dilakukan penagihan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
NPL rumah seken Bank DKI hingga Rp 400 miliar
JAKARTA. Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta (Bank DKI) mencatat debitur lama menyumbang mayoritas rasio kredit bermasalah (NPL). Beberapa debitur ini mayoritas berasal dari KPR rumah seken dan sektor korporasi komersial. Sampai Juni 2017, NPL gross Bank DKI cukup tinggi yaitu sebesar 4,89%. Untuk menurunkan kredit macet bank akan terus melakukan restrukturisasi, hapus kredit dan penagihan. “Kami intensif melakukan penagihan, supaya kredit yang diberikan tidak membenani NPL,” ujar Kresno Sediarsi, Direktur Utama Bank DKI, Selasa (18/7). Dengan terus intensif melakukan penagihan diharapkan NPL bisa mengalami penurunan di bawah 4% sampai akhir 2017. Selama ini Kresno mengakui manajemen risiko penyaluran kredit ini masih belum optimal. Hal ini karena kredit macet ini mayortas berasal dari warisan manajemen sebelumnya. Pada saat itu, kredit yang diterima debitur kadang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. “Misalnya, jaminan KPR, tapi penggunaan dan sumber pembayarannya tidak jelas,” nujar Kresno. Ke depan Bank DKI akan terus meningkatkan manajemen risiko penyaluran kredit. Hal ini salah satunya dengan memastikan pengembalian dan sumber penghasilan dari debitur. Saat ini menurut Kresno, penyumbang NPL terbesar masih dari NPL rumah bekas dengan kredit macet sebesar Rp 400 miliar. Dari jumlah ini sebesar Rp 300 miliar sudah dilakukan penagihan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News