NTM Indonesia masih jauh lebih rendah dibanding negara maju lainnya



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan bahwa tindakan Non Tarif (Non Tariff Measure/NTM) masih lebih rendah di bandingkan dengan negara maju lain. Padahal tindakan tersebut bisa digunakan sebagai instrumen mengendalikan impor dan melindungi industri dalam negeri. Salah satu masalah NTM di Indonesia adalah masih sering dibatalkan di organisasi perdagangan dunia (WTO).

Baca Juga: Menimbang saran Bank Dunia "Seringkali kita kesulitan memilih instrumen yang tidak sesuai dengan tujuan," ujar Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bambang Adi Winarso dalam diskusi NTM di Kadin, Kamis (10/10). Kurangnya NTM dalam peragangan di Indonesia juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati. Enny bilang negara maju seperti Amerika Serikat (AS) miliki ribuan NTM. Sekitar 5.000 lebih NTM yang dimiliki AS pun tidak pernah mengalami kekalahan dalam gugatan di WTO. Berbeda dengan Indonesia, selain jumlah NTM yang sedikit sekitar 289, aturan NTM di Indonesia juga kerap kalah dalam gugatan di WTO. Selain AS, data Indef mencatat NTM Eropa (UE) mencapai angka 7.116 aturan. Sementara NTM yang dimiliki China sebanyak 2.554 dan Brazil 2.300 aturan. "Hampir semua negara besar (memiliki) NTM ribuan melindungi produksi dan kepentingan dalam negeri," terang Enny. Inkonsistensi juga menjadi faktor dalam gagalnya NTM di Indonesia. Enny bilang aturan NTM di Indonesia kerap tidak konsisten antar lembaga.

Baca Juga: 10% pembiayaan Reliance Finance disalurkan lewat P2P lending Selain itu masalah inkonsistensi juga terjadi pada negara importir. Terdapat perbedaan perlakuan bagi negara importir sehingga dianggap sebagai diskriminasi. "Tidak boleh ada diskriminasi perlakuan dan tidak boleh ada tumpang tindih regulasi," jelas Enny. Bila hal tersebut dapat diterapkan akan membuat NTM bisa berjalan. Enny juga menegaskan bila NTM dilakukan untuk kepentingan industri dalam negeri tidak akan dipermasalahkan di WTO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini