KUPANG. Kepala Seksi Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas I Kupang Yulius Umbu mengatakan saat ini Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah menjadi daerah pemasok terbesar ternak sapi untuk kebutuhan masyarakat di pulau Kalimantan. "Salah satu alternatif pemasok besar sapi untuk Kalimantan itu dari NTT, dulunya dari Sulawesi namun populasinya di sana sudah menurun sehingga tidak bisa memasok lagi dan Madura juga demikian," ujarnya, Selasa (20/6). Ia mengatakan jumlah sapi yang dikirim ke Kalimantan lewat Kalimantan Timur sebanyak 500 ekor per bulan, dan cenderung mengalami peningkatan terutama ketika memasuki bulan Ramadan yang bisa mencapai 1.000 ekor. Daerah Kalimantan, menurutnya, lebih meminati daging sapi segar, yang masih hidup, yang dipasok dari NTT. "Seperti di Samarinda yang saya lihat hotel, restoran itu banyak disajikan di mana-mana dan mereka lebih senang sapi segar yang hidup bukan beku," katanya. Atas ketergantungan pasokan sapi dari NTT itu maka, menurutnya, jika pengiriman sapi dari NTT terkendala maka akan menimbulkan gejolak terutama di daerah tujuan Kalimantan. Lebih lanjut, Yulius menjelaskan cuma saja permasalahan yang dihadapi belakangan yaitu pemerintah daerah tujuan di Kalimantan membuat aturan agar sapi-sapi harus diperiksa darahnya 100%. Hal itu disebabkan Kalimantan sudah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai pulau yang bebas brucellosis, infeksi yang disebabkan bakteri yang berasal dari hewan ke manusia. Yulius mengaku, pihaknya sudah memberikan kajian-kajian ilmiah melibatkan pihak ahli namun pemerintah di daerah tujuan tetap menginginkan pemeriksaan darah harus 100%. "Seratus persen sampel darah ini kita ambil dulu baru kirim ke sana, baru di sana dikeluarkan surat izin pemasukan," katanya. Ia mengakui aturan tersebut telah menimbulkan keresahan bagi pengusaha pengumpul sapi di NTT karena berdampak pada kondisi sapi yang harus mengalami pemeriksaan darah sebanyak dua kali karena sebelumnya dilakukan dari daerah pemasok. "Sehingga aturan 100% pemeriksaan darah ini dinilai merugikan dan bisa membuat pasokan sapi ke Kalimantan terkendala," katanya. Terkait kebijakan pemeriksaan darah 100% itu, salah satu pengusaha sapi di Kupang Daniel Para menilai hal itu merugikan peternak maupun pengusaha setempat. "Bayangkan untuk 500 ekor dari daerah sampai di karantina juga diambil darah lagi untuk semuanya, jadi waktunya sudah terlambat, kasihan sapi-sapi kita juga seperti disiksa," katanya. Untuk itu, ia berharap Balai Karantina bersama dinas teknis terkait dapat berkoordinasi agar kebijakan seperti itu bisa dipangkas sehingga pasokan sapi ke Kalimantan dan daerah tujuan tetap berjalan lancar. "Kalau bisa satu kali saja pemeriksaan darah sebelum diantapulaukan sehingga tidak berpengaruh berat atau kesehatan sapi-sapi kita," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
NTT jadi pemasok sapi terbesar ke Kalimantan
KUPANG. Kepala Seksi Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas I Kupang Yulius Umbu mengatakan saat ini Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah menjadi daerah pemasok terbesar ternak sapi untuk kebutuhan masyarakat di pulau Kalimantan. "Salah satu alternatif pemasok besar sapi untuk Kalimantan itu dari NTT, dulunya dari Sulawesi namun populasinya di sana sudah menurun sehingga tidak bisa memasok lagi dan Madura juga demikian," ujarnya, Selasa (20/6). Ia mengatakan jumlah sapi yang dikirim ke Kalimantan lewat Kalimantan Timur sebanyak 500 ekor per bulan, dan cenderung mengalami peningkatan terutama ketika memasuki bulan Ramadan yang bisa mencapai 1.000 ekor. Daerah Kalimantan, menurutnya, lebih meminati daging sapi segar, yang masih hidup, yang dipasok dari NTT. "Seperti di Samarinda yang saya lihat hotel, restoran itu banyak disajikan di mana-mana dan mereka lebih senang sapi segar yang hidup bukan beku," katanya. Atas ketergantungan pasokan sapi dari NTT itu maka, menurutnya, jika pengiriman sapi dari NTT terkendala maka akan menimbulkan gejolak terutama di daerah tujuan Kalimantan. Lebih lanjut, Yulius menjelaskan cuma saja permasalahan yang dihadapi belakangan yaitu pemerintah daerah tujuan di Kalimantan membuat aturan agar sapi-sapi harus diperiksa darahnya 100%. Hal itu disebabkan Kalimantan sudah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai pulau yang bebas brucellosis, infeksi yang disebabkan bakteri yang berasal dari hewan ke manusia. Yulius mengaku, pihaknya sudah memberikan kajian-kajian ilmiah melibatkan pihak ahli namun pemerintah di daerah tujuan tetap menginginkan pemeriksaan darah harus 100%. "Seratus persen sampel darah ini kita ambil dulu baru kirim ke sana, baru di sana dikeluarkan surat izin pemasukan," katanya. Ia mengakui aturan tersebut telah menimbulkan keresahan bagi pengusaha pengumpul sapi di NTT karena berdampak pada kondisi sapi yang harus mengalami pemeriksaan darah sebanyak dua kali karena sebelumnya dilakukan dari daerah pemasok. "Sehingga aturan 100% pemeriksaan darah ini dinilai merugikan dan bisa membuat pasokan sapi ke Kalimantan terkendala," katanya. Terkait kebijakan pemeriksaan darah 100% itu, salah satu pengusaha sapi di Kupang Daniel Para menilai hal itu merugikan peternak maupun pengusaha setempat. "Bayangkan untuk 500 ekor dari daerah sampai di karantina juga diambil darah lagi untuk semuanya, jadi waktunya sudah terlambat, kasihan sapi-sapi kita juga seperti disiksa," katanya. Untuk itu, ia berharap Balai Karantina bersama dinas teknis terkait dapat berkoordinasi agar kebijakan seperti itu bisa dipangkas sehingga pasokan sapi ke Kalimantan dan daerah tujuan tetap berjalan lancar. "Kalau bisa satu kali saja pemeriksaan darah sebelum diantapulaukan sehingga tidak berpengaruh berat atau kesehatan sapi-sapi kita," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News