JAKARTA. Organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) mengungkapkan dukungan terhadap terbitnya Perppu yang mengatur soal organisasi masyarakat. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pada 12 Juli 2017. “PBNU menilai langkah Presiden tepat dan konstitusional,” ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Hukum Robikin Emhas, Kamis (13/7).
Bahkan menurutnya, sejak awal, NU memang mendorong pemerintah untuk segera menertibkan ormas, yang belakangan menimbulkan kerisauan. Ormas-ormas tersebut diantaranya ialah yang berideologi radikal sekaligus bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dikhawatirkan, ormas ini justru merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan adanya Perppu ini, pemerintah memiliki dasar hukum yang jelas untuk membubarkan ormas-ormas tersebut. Selain itu, hak-hak konstitusional ormas juga tetap akan dihargai. “Tingkat penyebaran ideologi yang merusak tersebut sangat cepat sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat dan cepat. Namun di sisi lain UU Ormas eksisting dinilai tidak cukup memadai dalam menanggulanginya,” tambah Robikin. Robikin pun menjelaskan polemik soal tingkat kegentingan keluarnya Perppu. Menurutnya, hal tersebut diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010. Di situ MK menentukan syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan yang memaksa. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
Oleh karena itu, menurut Robikin, pembentukan dasar hukum guna memberi landasan hukum untuk pembubaran ormas radikal dan anti Pancasila, dalam hal ini Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebab HTI jelas-jelas membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merongrong persatuan dan kesatuan bangsa. Ia menegaskan, HTI menafikan kemajemukan masyarakat Indonesia yang telah terbangun sejak ratusan tahun lalu. HTI terbukti anti Pancasila dan mendesakkan siatem khilafah yang justru tidak dipakai lagi di negara-negara Islam. Bahkan Hizbut Tahrir pun sudah ditolak di negara-negara Islam. “Dalam keadaan segenting ini, penerbitan Perppu adalah tepat dan konstitusional,” tutup Robikin. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia