JAKARTA. Keinginan Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) untuk mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tampaknya tidak mendapat restu Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Alasannya, Indonesia tergolong negara yang rawan bencana. Selain itu, masyarakat belum bisa menerima dan langsung memprotes begitu ada informasi pembangunan PLTN. Fakta itu membuat JK mengatakan jika PLTN adalah opsi terakhir untuk solusi kekurangan listrik. Sebab menurutnya, masih banyak sumber daya yang bisa digunakan untuk diversifikasi energi Indonesia. “Di Muria (Jawa Tengah) sebenarnya oke. Tapi, belum apa-apa sudah di demo,’’ ujarnya dalam diskusi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (15/4). Lebih lanjut dia menjelaskan, membangun PLTN butuh pertimbangan matang. Tidak bisa hanya mengekor negara-negara yang saat ini tengah mendirikan reaktor nuklir. JK memberi contoh, di Korea Selatan wajar membangun PLTN. ’’Korea tidak punya energi dari hydro, atau gas. Jadi memilih nuklir,’’ terangnya. Pertimbangan serupa juga disebutnya terjadi di Prancis. Namun, tidak demikian dengan Indonesia. Di Tanah Air terdapat berbagai sumber daya alam yang bisa diubah menjadi energi. JK menambahkan, Jepang mulai menurunkan PLTN sejak tragedi Fukushima. Informasi yang dia peroleh, Jepang menunda pembangunan lagi sampai menemukan teknologi yang benar-benar aman. ’’Orang Jepang yang hebat saja kena. Apalagi kita yang agak sembrono,’’ tuturnya. Masalah lain dari PLTN adalah, pembangunannya minimal untuk 1.000 Megawatt (MW). Baginya, kondisi itu membuat PLTN hanya cocok di bangun Jawa yang memiliki banyak industri. Tetapi, rentan bencana karena berada di ring of fire atau jalur gunung berapi. Di alihkan ke Kalimantan sebenarnya bisa, tetapi sumbernya sedikit. ’’Di Belitung cocok, tapi di sana kebutuhannya berapa. Kalau sisanya diberikan ke Jawa melalui kabel, mahal sekali,’’ urainya. Meski demikian, JK sadar bahwa diversifikasi energi sangat dibutuhkan saat ini. Pemerintah sedang mencari formula yang tepat untuk mencari sumber energi selain BBM. Tentu saja, yang menguntungkan semua pihak. Sebab, persoalan energi sering bertolak belakang antara biaya operasi yang murah tetapi investasi mahal, atau sebaliknya. Seperti geothermal, tidak akan habis selama gunung dan hutan ada di atasnya. Memang, murah dan bersih, tetapi investasinya mahal. ’’Tapi, potensi Indonesia sangat banyak,’’ terangnya. PLTA juga bisa menjadi opsi karena disebut-sebut memiliki potensi sampai 75.000 MW. JK mengklaim bahwa, pembangkit itu bersih, murah, namun memiliki kelemahan lokasi yang tidak bisa dipindah-pindah. Selain itu, masyarakat juga ditantang untuk menjaga lingkungan supaya PLTA tetap Jalan. Kepala Pusat Studi Energi UGM, Deendarlianto menyebut, kekhawatiran soal nuklir harusnya bisa diminalisir. Sebab, teknologi untuk PLTN disebutnya sudah jauh berkembang. Apalagi, saat ini sudah mencapai generasi empat yang jauh lebih baik. ’’Nuklir itu aman,’’ tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Nuklir jadi opsi terakhir pemerintah atasi listrik
JAKARTA. Keinginan Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) untuk mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tampaknya tidak mendapat restu Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Alasannya, Indonesia tergolong negara yang rawan bencana. Selain itu, masyarakat belum bisa menerima dan langsung memprotes begitu ada informasi pembangunan PLTN. Fakta itu membuat JK mengatakan jika PLTN adalah opsi terakhir untuk solusi kekurangan listrik. Sebab menurutnya, masih banyak sumber daya yang bisa digunakan untuk diversifikasi energi Indonesia. “Di Muria (Jawa Tengah) sebenarnya oke. Tapi, belum apa-apa sudah di demo,’’ ujarnya dalam diskusi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (15/4). Lebih lanjut dia menjelaskan, membangun PLTN butuh pertimbangan matang. Tidak bisa hanya mengekor negara-negara yang saat ini tengah mendirikan reaktor nuklir. JK memberi contoh, di Korea Selatan wajar membangun PLTN. ’’Korea tidak punya energi dari hydro, atau gas. Jadi memilih nuklir,’’ terangnya. Pertimbangan serupa juga disebutnya terjadi di Prancis. Namun, tidak demikian dengan Indonesia. Di Tanah Air terdapat berbagai sumber daya alam yang bisa diubah menjadi energi. JK menambahkan, Jepang mulai menurunkan PLTN sejak tragedi Fukushima. Informasi yang dia peroleh, Jepang menunda pembangunan lagi sampai menemukan teknologi yang benar-benar aman. ’’Orang Jepang yang hebat saja kena. Apalagi kita yang agak sembrono,’’ tuturnya. Masalah lain dari PLTN adalah, pembangunannya minimal untuk 1.000 Megawatt (MW). Baginya, kondisi itu membuat PLTN hanya cocok di bangun Jawa yang memiliki banyak industri. Tetapi, rentan bencana karena berada di ring of fire atau jalur gunung berapi. Di alihkan ke Kalimantan sebenarnya bisa, tetapi sumbernya sedikit. ’’Di Belitung cocok, tapi di sana kebutuhannya berapa. Kalau sisanya diberikan ke Jawa melalui kabel, mahal sekali,’’ urainya. Meski demikian, JK sadar bahwa diversifikasi energi sangat dibutuhkan saat ini. Pemerintah sedang mencari formula yang tepat untuk mencari sumber energi selain BBM. Tentu saja, yang menguntungkan semua pihak. Sebab, persoalan energi sering bertolak belakang antara biaya operasi yang murah tetapi investasi mahal, atau sebaliknya. Seperti geothermal, tidak akan habis selama gunung dan hutan ada di atasnya. Memang, murah dan bersih, tetapi investasinya mahal. ’’Tapi, potensi Indonesia sangat banyak,’’ terangnya. PLTA juga bisa menjadi opsi karena disebut-sebut memiliki potensi sampai 75.000 MW. JK mengklaim bahwa, pembangkit itu bersih, murah, namun memiliki kelemahan lokasi yang tidak bisa dipindah-pindah. Selain itu, masyarakat juga ditantang untuk menjaga lingkungan supaya PLTA tetap Jalan. Kepala Pusat Studi Energi UGM, Deendarlianto menyebut, kekhawatiran soal nuklir harusnya bisa diminalisir. Sebab, teknologi untuk PLTN disebutnya sudah jauh berkembang. Apalagi, saat ini sudah mencapai generasi empat yang jauh lebih baik. ’’Nuklir itu aman,’’ tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News