JAKARTA. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar membantah pihak kepolisian sengaja memindahtugaskan empat polisi ajudan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman ke Poso untuk menghindari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mengatakan, rotasi anggota tim Operasi Tinombaka dilakukan secara berkala dan kebetulan empat orang itu termasuk di dalamnya. "Ya begitulah faktanya, faktanya mereka bersamaan. Tidak ada kesengajaan," ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/6).
Keempatnya dirotasi ke Poso sejak akhir Mei 2016. Menurut Boy, rotasi dilakukan untuk memcegah kejenuhan anggota yang bertugas di Poso. Ia menegaskan bahwa kepindahan empat polisi tersebut bukan karena kepolisian tidak kooperatif. "Di sana boleh dikatakan sedang melaksanakan tugas negara," kata Boy. Boy mengatakan, pihaknya tidak menghalang-halangi KPK untuk memeriksa empat ajudan Nurhadi. Menurut dia, KPK bisa berkoordinasi dengan pimpinan Brimob untuk melakukan pemeriksaan, apakah akan dibawa ke Jakarta atau pemeriksaan dilakukan di Poso. "Kan penyidik bisa koordinasi dengan petinggi mereka. Nanti ada koordinasi tentu akan ada solusi," kata Boy. KPK akan memanggil paksa empat polisi yang mangkir dalam pemanggilan terkait penyidikan kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keempat anggota Brimob itu diduga mengetahui hal-hal yang terkait kondisi Nurhadi, dan apa yang dilakukan Nurhadi terkait kasus suap tersebut. Selain itu, mereka diduga mengetahui hubungan antara Nurhadi dan tersangka pemberi suap, Doddy Ariyanto Supeno. Nurhadi dan istrinya, Tin Zuraida, sudah diperiksa KPK. Nurhadi membantah terlibat kasus tersebut. Dalam kasus ini, KPK menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang pekerja swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap.
Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat. Dalam kasus ini, KPK telah menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta. KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia