Nuril jadi juragan tas yang terinspirasi katak (1)



Keinginan membantu sesama membuat Ahmad Nuril Wahyudin bersemangat menjadi pengusaha. Produsen merek tas Amphibi dan Reptile itu bahkan bisa menembus pasar ekspor ke mancanegara. Selain menyediakan lapangan kerja bagi warganya, Nuril berbahagia bisa mendulang omzet lebih dari Rp 150 juta per bulan.Bagi Ahmad Nuril Wahyudin menjadi pengusaha adalah tujuan hidup. Produsen tas merek Amphibi dan Reptile yang sukses menembus pasar ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan juga Belanda ini memilih menjadi pengusaha karena ingin memberdayakan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Lamongan, Jawa Timur.Walau terdengar idealis, tetapi begitulah kenyataannya. Menurut Nuril, demikian dia akrab disapa, agar dipercaya bisa membantu warga di sekitarnya, dia harus membuktikan lebih dulu bahwa dia mampu meraih sukses. Dari situlah, pria kelahiran Lamongan, 3 Oktober 1967, ini mulai merintis usaha pembuatan tas secara mandiri pada 2001 lalu di Jakarta. Produk pertama tasnya itu dia beri merek Amphibi. Nama Amphibi ditemukan Nuril tanpa sengaja. Suatu waktu ia bertemu tulang belulang katak mati yang menurutnya menarik dan unik. "Entah kenapa saya tertarik lihat susunan tulang katak," kenang Nuril.Karena tulang katak itu memiliki susunan rapi dan unik, Nurul bergegas membuat sketsa tulang katak itu pada secarik kertas. Dari situlah Nuril mendapatkan ide untuk memberi merek dan logo Amphibi pada produk tasnya. Bagi Nuril, binatang amfibi itu tidak sekadar merek. Namun juga memberi pesan filosofis bahwa katak punya kemampuan melompat yang jauh. Nurul berharap bisnisnya bakal seperti lompatan katak, menembus jauh ke depan. Namun, sebenarnya, tas merek Amphibi tak benar-benar melompat jauh. Menurut Nuril, produk tasnya memang laku di pasaran, tapi belum menghasilkan keuntungan seperti yang dia harapkan. "Empat tahun lamanya saya menggarap tas Amphibi ini," ujar Nuril.Sebagai pengusaha tentu pantang bagi Nuril untuk berputus asa. Dia malah mengembangkan produk tas baru yang dia beri merek Reptile sebagai personifikasi dari ular. Nuril bilang, ular punya daya tahan hidup yang tinggi. "Karena itu, meski butuh waktu, yang penting tujuan tercapai," terang bos CV Vision Process ini.Ternyata di merek Reptile inilah Nuril ketemu keberuntungan. Omzet penjualan tas Nuril pun merangkak naik dengan pasti. Bahkan, setelah meluncurkan tas Reptile ini, dia dengan mudah meraih omzet lebih Rp 150 juta per bulan. Selain menembus pasar ekspor, tas bikinan Nuril juga dipasarkan lewat outlet peralatan outdoor. "Termasuk di sekolahan seperti British International School," terang Nuril.Kini Nuril sudah mampu mempekerjakan delapan karyawan. Bersama mereka ini, dia mampu memproduksi 1.600 tas per bulan. Sekitar 600–700 tas di antaranya adalah tas laptop yang digemari mahasiswa dan karyawan kantoran. Harga jual tas Nuril itu mulai Rp 95.000 hingga Rp 650.000 per buah. Agar penjualan bisa kinclong, Nuril terkadang ikut tender pengadaan tas di kelembagaan pemerintah atau swasta. "Agustus lalu kami dapat proyek tas Rp 300 juta," kata pria sederhana ini.Nuril bilang, selain memiliki desain menarik, jahitan tas bikinannya juga halus dan tidak mudah rusak. Sehingga, tas produksi Nuril pernah digunakan dalam kegiatan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam menjalankan usaha, Nuril mengaku tidak ingin berniat mengejar keuntungan semata. Ia bahkan memiliki prinsip berbisnis untuk menambah modal usaha agar lebih besar lagi. "Untuk mencari modal itu butuh kerja keras," katanya.Selain kerja keras, Nuril mengaku menjalani bisnis dengan kesabaran. Mulai dari sabar untuk menjualkan tas, sabar menunggu pesanan, ataupun sabar dalam menunggu produksi. Ia bilang, kesabaran ibarat tiang penyangga dalam membangun usaha. "Banyak orang punya modal besar tapi usahanya tak terwujud karena tidak sabar," kata Nuril.Setelah sukses seperti sekarang, Nuril pun mulai berani menghidupkan cita-citanya untuk membuka peluang kerja bagi orang lain. Keuntungan dari bisnis itu menurut Nuril bukan untuk tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk karyawan dan anak-anak yang putus sekolah. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi