Sebelum menjadi juragan tas merek Amphibi dan Reptile, Nuril Wahyudin adalah pelukis. Karena ingin membuka lapangan kerja, Nuril mendirikan usaha pembuatan tas secara patungan bersama seorang temannya. Namun, di tengah jalan usaha itu pecah kongsi. Alhasil, Nuril pun bikin usaha secara mandiri.Nuril memang lahir dari keluarga pengusaha yang agamis di Lamongan, Jawa Timur. Namun, bakat Nuril yang sudah menonjol sejak kecil adalah bakat melukisnya. Bahkan, ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), Nuril beberapa kali jadi juara lomba melukis baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. "Bakat melukis saya dari ayah, sedangkan dari ibu, saya mewarisi kemampuan beliau sebagai pengusaha," terang Nuril. Usai menamatkan sekolah menengah atas (SMA), sesuai tradisi keagamaan di lingkungannya, Nuril juga melanjutkan pendidikan agama ke Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, pada 1985. Dia menamatkan pendidikan agama di Gontor ini empat tahun kemudian. Namun, meski sekolah agama, Nuril tak pernah lupa melukis, tapi saat itu dia lebih banyak melukis kaligrafi. Bahkan ia menjadi perintis Asosiasi Kaligrafi Darussalam (AKLAM) di Gontor, yang para lulusannya banyak menghasilkan karya kaligrafi. Lukisan Nuril pun sudah mempunyai nilai komersial. Dia mengenang, sebuah lukisan pemandangan hasil sapuan kuasnya laku Rp 40.000. Nilai segitu sungguh sangat besar pada 1989 silam. "Duitnya saya berikan ke ibu yang ketika itu usahanya lagi jatuh," kenang Nuril. Usai tamat dari Gontor, Nuril tak ingin jadi ustad. Dia masih memilih jalur seniman untuk menapak hidupnya. Setelah menetap di Jakarta pada 1990, Nuril mulai menjual karya lukisannya. Saat itu harga lukisan yang paling mahal Rp 7 juta. "Lukisannya tentang matahari terbenam," kenangnya. Bisa dibilang Nuril lumayan sukses sebagai seniman. Bahkan, dari berjualan lukisan itu dia punya cukup tabungan untuk masa depannya. Namun, di relung hati Nuril, dia masih merasakan adanya kekosongan batin bahwa menjadi pelukis dia tidak optimal membantu sesamanya, terutama dalam soal pekerjaan. Itulah sebabnya, ketika beberapa temannya mengajaknya bisnis pembuatan tas, dengan serta-merta Nuril mengangguk setuju. Karena memiliki kemampuan desain serta manajemen yang baik, ia pun menjadi tulang punggung usaha bersama tersebut. Untuk tenaga kerjanya, Nuril mencari anak-anak putus sekolah dari berbagai daerah. Namun usaha patungan itu tidak berlangsung lama karena terjadi perbedaan pandangan. "Intinya terjadi konflik dan mereka ingin saya mundur," ujarnya. Meski kecewa karena merasa disingkirkan oleh sekondannya, Nuril tidak menaruh dendam. "Bahkan semua aset usaha yang sudah saya rintis saya relakan," kenangnya.Nuril tidak berputus asa. Dia pun menyiapkan strategi baru untuk membuka usaha sendiri. Lagi pula ia sudah memiliki banyak koneksi. Sebagai modal awal, ia pun menjual salah satu replika lukisan seharga Rp 14 juta. Dan pada 2001, ia pun memulai usaha dari nol. Bersama para pekerja dari berbagai pelosok daerah, ia dengan penuh semangat memasarkan produk tasnya itu ke para koleganya. Karena memang sudah dikenal banyak kalangan, ia pun tidak kesulitan memasarkan produk tas Amphibinya. Dalam waktu relatif singkat, ia bisa menyaingi pemasaran usaha rekan-rekannya yang lama. Di saat sedang menikmati keberhasilannya membangun usaha sendiri, musibah kembali datang. Galeri lukisannya di Kemang, Jakarta Selatan, hangus terbakar pada 16 Desember 2002. Nuril menaksir kerugian mencapai miliaran rupiah. "Namanya manusia biasa tentu saya kecewa," ujarnya. Namun, Nuril tak mau berlama-lama bersedih. Ia harus kembali bangkit, apalagi mengingat banyak anak-anak putus sekolah yang menggantungkan harapan padanya. Dengan modal semangat pantang menyerah, Nuril tetap menjalankan usaha tasnya. Bahkan ia mengaku usaha tasnya berkembang semakin pesat pascakebakaran itu. "Rezeki manusia memang sudah diatur," ujarnya. Pada 2005, Nuril membuat satu merek tas lagi, yakni Reptile. Kedua merek tas Nuril pun sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Nuril jual replika lukisan untuk modal usaha (2)
Sebelum menjadi juragan tas merek Amphibi dan Reptile, Nuril Wahyudin adalah pelukis. Karena ingin membuka lapangan kerja, Nuril mendirikan usaha pembuatan tas secara patungan bersama seorang temannya. Namun, di tengah jalan usaha itu pecah kongsi. Alhasil, Nuril pun bikin usaha secara mandiri.Nuril memang lahir dari keluarga pengusaha yang agamis di Lamongan, Jawa Timur. Namun, bakat Nuril yang sudah menonjol sejak kecil adalah bakat melukisnya. Bahkan, ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), Nuril beberapa kali jadi juara lomba melukis baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. "Bakat melukis saya dari ayah, sedangkan dari ibu, saya mewarisi kemampuan beliau sebagai pengusaha," terang Nuril. Usai menamatkan sekolah menengah atas (SMA), sesuai tradisi keagamaan di lingkungannya, Nuril juga melanjutkan pendidikan agama ke Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, pada 1985. Dia menamatkan pendidikan agama di Gontor ini empat tahun kemudian. Namun, meski sekolah agama, Nuril tak pernah lupa melukis, tapi saat itu dia lebih banyak melukis kaligrafi. Bahkan ia menjadi perintis Asosiasi Kaligrafi Darussalam (AKLAM) di Gontor, yang para lulusannya banyak menghasilkan karya kaligrafi. Lukisan Nuril pun sudah mempunyai nilai komersial. Dia mengenang, sebuah lukisan pemandangan hasil sapuan kuasnya laku Rp 40.000. Nilai segitu sungguh sangat besar pada 1989 silam. "Duitnya saya berikan ke ibu yang ketika itu usahanya lagi jatuh," kenang Nuril. Usai tamat dari Gontor, Nuril tak ingin jadi ustad. Dia masih memilih jalur seniman untuk menapak hidupnya. Setelah menetap di Jakarta pada 1990, Nuril mulai menjual karya lukisannya. Saat itu harga lukisan yang paling mahal Rp 7 juta. "Lukisannya tentang matahari terbenam," kenangnya. Bisa dibilang Nuril lumayan sukses sebagai seniman. Bahkan, dari berjualan lukisan itu dia punya cukup tabungan untuk masa depannya. Namun, di relung hati Nuril, dia masih merasakan adanya kekosongan batin bahwa menjadi pelukis dia tidak optimal membantu sesamanya, terutama dalam soal pekerjaan. Itulah sebabnya, ketika beberapa temannya mengajaknya bisnis pembuatan tas, dengan serta-merta Nuril mengangguk setuju. Karena memiliki kemampuan desain serta manajemen yang baik, ia pun menjadi tulang punggung usaha bersama tersebut. Untuk tenaga kerjanya, Nuril mencari anak-anak putus sekolah dari berbagai daerah. Namun usaha patungan itu tidak berlangsung lama karena terjadi perbedaan pandangan. "Intinya terjadi konflik dan mereka ingin saya mundur," ujarnya. Meski kecewa karena merasa disingkirkan oleh sekondannya, Nuril tidak menaruh dendam. "Bahkan semua aset usaha yang sudah saya rintis saya relakan," kenangnya.Nuril tidak berputus asa. Dia pun menyiapkan strategi baru untuk membuka usaha sendiri. Lagi pula ia sudah memiliki banyak koneksi. Sebagai modal awal, ia pun menjual salah satu replika lukisan seharga Rp 14 juta. Dan pada 2001, ia pun memulai usaha dari nol. Bersama para pekerja dari berbagai pelosok daerah, ia dengan penuh semangat memasarkan produk tasnya itu ke para koleganya. Karena memang sudah dikenal banyak kalangan, ia pun tidak kesulitan memasarkan produk tas Amphibinya. Dalam waktu relatif singkat, ia bisa menyaingi pemasaran usaha rekan-rekannya yang lama. Di saat sedang menikmati keberhasilannya membangun usaha sendiri, musibah kembali datang. Galeri lukisannya di Kemang, Jakarta Selatan, hangus terbakar pada 16 Desember 2002. Nuril menaksir kerugian mencapai miliaran rupiah. "Namanya manusia biasa tentu saya kecewa," ujarnya. Namun, Nuril tak mau berlama-lama bersedih. Ia harus kembali bangkit, apalagi mengingat banyak anak-anak putus sekolah yang menggantungkan harapan padanya. Dengan modal semangat pantang menyerah, Nuril tetap menjalankan usaha tasnya. Bahkan ia mengaku usaha tasnya berkembang semakin pesat pascakebakaran itu. "Rezeki manusia memang sudah diatur," ujarnya. Pada 2005, Nuril membuat satu merek tas lagi, yakni Reptile. Kedua merek tas Nuril pun sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News